Pemimpin Baru Program Baru karena Neomania Kekuasaan

Pemimpin Baru Program Baru karena Neomania Kekuasaan

Ilustrasi Koperasi Desa Merah Putih.-desaumbulrejo.gunungkidulkab.go.id-

Ketiga, ambisi birokratis dan politis. Dalam banyak kabinet, terutama yang diisi oleh elite politik lintas partai, terdapat persaingan internal untuk menunjukkan kinerja melalui inisiatif-inisiatif terpisah. Alih-alih membangun sinergitas, masing-masing kementerian atau atau kepala daerah justru berlomba menciptakan program baru. 

BACA JUGA:Mendes Sebut Dana Desa Bisa Naik Hingga Rp. 5 Miliar Tahun Depan

BACA JUGA:Penyaluran Dana Desa Cepat, Angka Kemiskinan Desa di Jatim Lebih Baik

Ketika ketiga ambisi ini berkelindan, lahirlah fenomena yang ironis. Program yang efektif dan kontekstual sering diabaikan hanya karena ia “tidak baru” atau “bukan milik sendiri”. Kitapun terus menyaksikan daur ulang kebijakan dalam kemasan berbeda. Padahal, kebutuhan dasar rakyat tidak berubah. 

Sayangnya, di balik ambisi ini, sering kali ada hal yang terlupakan, yakni membangun bukan soal siapa yang memulai, tapi siapa yang konsisten menyelesaikan. Bahkan di negara demokrasi matang seperti AS, presiden yang berani melanjutkan pendahulunya sering kali justru dianggap negarawan yang pragmatis dan bertanggung jawab. 

Misalnya, Presiden Barack Obama, meskipun berasal dari partai yang berbeda, memilih melanjutkan beberapa kebijakan penting di era presiden George W. Bush. Salah satunya adalah keputusan untuk menambah 30.000 pasukan tambahan ke Afghanistan pada tahun 2009.  Sebuah langkah yang menunjukkan kesinambungan dalam kebijakan luar negeri AS dan komitmen terhadap stabilitas global. 

Contoh ini menegaskan bahwa dalam sistem demokrasi yang dewasa, keberlanjutan, dan penyempurnaan kebijakan yang efektif lebih diutamakan daripada sekedar menciptakan program baru demi pencitraan atau warisan politik. 

BACA JUGA:Penyaluran Dana Desa Cepat, Angka Kemiskinan Desa di Jatim Lebih Baik

BACA JUGA:Kades Berhak Terima Rp 30 juta dari Dana Desa

Menuju Budaya Keberlanjutan

Sudah saatnya kita membangun budaya berkelanjutan dalam pemerintahan. Bukan hanya sekedar budaya pencitraan semata. Pemimpin perlu disadarkan bahwa melanjutkan program lama bukan tanda kelemahan, tapi justru indikator kedewasaan politik dan keberpihakan pada rakyat. 

Rakyat juga perlu lebih kritis. Kita harus berhenti terpesona oleh istilah atau jargon baru, dan mulai bertanya: apakah program ini benar-benar menjawab kebutuhan. Apakah ada keberlanjutan dari yang sudah dilakukan sebelumnya? Dan yang paling penting, apakah program ini akan bertahan setelah rezim berganti? (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: