Upacara Suci Yadnya Kasada, Masyarakat Tengger 4 Kawasan Berkumpul di Pura Luhur Poten, Gunung Bromo

Romo Dukun Tengger melakukan prosesi berdoa meminta izin di pelinggih petilasan Joko Seger dan Roro Anteng, 10 Juni 2025.-Guruh D.N.-HARIAN DISWAY
Gumolongo sri rejekine, gumolongo tandur tuwuhe, gumolongo rojo brono. Itulah kutipan dari japa mantra Romo Puja.
Artinya, mendoakan agar warga Tengger yang mendiami Desa Ngadiwono beroleh rezeki yang melimpah. Sawahnya mencapai panen yang menggembirakan. Dan kebahagiaan akan selalu menyertai mereka.
Masyarakat Tengger dari berbagai daerah berkumpul dalam Yadnya Kasada, 10-11 Juni 2025.-Patrick Cahyo Lumintu-
BACA JUGA:Tradisi Lima Tahunan Upacara Unan-Unan, Upaya Melibatkan Pemuda dalam Melestarikan Budaya Tengger
Sebagian dari sajian itu kemudian diletakkan di atas tamping atau wadah dari daun pisang. Setiap tamping diletakkan pada sudut-sudut pintu rumah. Tradisi itu hanya dilakukan saat upacara-upacara besar Hindu Tengger saja. Tidak setiap hari.
"Karena kami percaya di setiap tempat itu ada yang menghuni. Mereka dari alam niskala atau alam tak kasat mata. Alam tak terlihat. Mereka pun harus dihormati," ujar pria 37 tahun itu. Pun, dalam perayaan Kasada, Romo Puja membawa prasen kuno yang diwarisi dari leluhurnya.
Prasen tersebut memiliki angka tahun dalam aksara Jawa Kuna. Yakni 1263 Masehi. Dalam penanggalan Saka adalah tahun 581.
BACA JUGA:Melestarikan Budaya Tengger melalui Promosi Digital dan Pemberdayaan Ethnowellness
Terdapat figur sebelas dewa di atas prasen tersebut. Sedangkan di bagian bawah, terdapat 12 zodiak khas astrologi Yunani.
"Sebelas dewa itu terdiri dari 8 dewa yang menguasai penjuru mata angin. Di tambah penguasa langit dan bumi, serta pusatnya," ujarnya. Pusat dari segala arah mata angin itu adalah Batara Siwa, dewa pelebur alam semesta.
Namun, jika prasen itu berasal dari era Hindu-Buddha, mengapa ada unsur zodiak Yunani di dalamnya? "Itu yang jadi pertanyaan. Mungkin saja ada interaksi leluhur kita masa lalu dengan leluhur Yunani. Atau ada yang membawa ajarannya sampai ke Nusantara," terang ayah dua anak itu.
BACA JUGA:Ceria dan Guyub, Begini Potret Yadnya Karo, Hari Besar Suku Tengger
Busana yang dikenakan Romo Puja sebagai pemimpin spiritual adalah putih. Lengkap dengan selempang kuning yang menyilang di dadanya.
Sebelum berangkat menuju Pura Luhur Poten di dekat kawah Bromo, para warga membunyikan musik khas: Gonggo Mino.
Sucipto, peniup slompret, menyebut bahwa Gonggo Mino diajarkan oleh Mbah Tanggul, leluhur Desa Ngadiwono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: