Ceria dan Guyub, Begini Potret Yadnya Karo, Hari Besar Suku Tengger

Ceria dan Guyub, Begini Potret Yadnya Karo, Hari Besar Suku Tengger

Ceria dan Guyub, Begini Potret Yadnya Karo, Hari Besar Suku Tengger. Penampil terakhir tari sodor akan memecah tongkat sodor yang dipegangnya. Sebagai lambang terciptanya semesta berikut manusia.-Patrick Cahyo Lumintu-Harian Disway

Setiap bulan kedua dalam penanggalan pranata mangsa, Suku Tengger menggelar yadnya Karo. Hari raya atau hari besar bagi mereka. Di Tengger Brang Kulon, atau sebelah barat, masyarakat berkumpul di Desa Tosari. Menyaksikan tarian sakral, tari sodor. Semua warga guyub dalam keceriaan.

Hari masih pagi. Matahari menampakkan serinya. Menerangi lereng-lereng Bromo yang hijau, hutan-hutan pinus dan pepohonan. Cuaca cerah. Secerah warga Suku Tengger. Meski masih pagi, mereka telah bersiap dengan pakaian rapi. Sebagian besar berwarna hitam, dengan selendang di pinggang.

Di salah satu rumah di Desa Tosari, anak perempuan kecil telah berdandan cantik. Berdiri di pintu rumah. Begitu kenes. Kedua orang tuanya menggandengnya berjalan. "Ayo ke balai desa, nduk. Yadnya Karo," kata ayahnya. Dari kejauhan terdengar suara perkusi dan gamelan bertalu-talu.

BACA JUGA:Pengenalan Toleransi Beragama, Warga Suku Tengger Berdialog dengan Mahasiswa PMM Untag Surabaya


Ceria dan Guyub, Begini Potret Yadnya Karo, Hari Besar Suku Tengger. Tari sodor khas Tengger disebut juga tari sangkan paraning dumadi. Upaya mengingatkan kesejatian dan asal-usul tiap manusia.-Patrick Cahyo Lumintu-Harian Disway

Mereka yang tampil membawakan tari sodor di hari besar itu berbondong-bondong datang. Berasal dari tiga kecamatan yang terdiri dari 11 desa. Seperti arak-arakan. Namun, terlebih dulu mereka datang ke Pura Kawitan Tengger. Yakni pura tertua yang ada di Kecamatan Tosari. Letaknya di atas bukit.

Sebelum tampil, para penari itu bersembahyang di pura tersebut. Dipimpin oleh Romo Mangku Bambang Rudianto (Rudi). "Pasti ke pura ini dulu. Lalu berdoa di petilasan Mbah Wiryosari, yang ada persis di depan pura. Karena Mbah Wiryosari itu tokoh yang babat alas Desa Tosari," ungkap Mangku Rudi.

Dalam penanggalan Jawa pranata mangsa, pada 19 Agustus 2024 adalah hari limolas panglong siji, atau hari pertama, bulan kedua (bulan Karo). Bagi Suku Tengger, itu merupakan hari besar. Hari raya bagi mereka yang disambut sukacita.

BACA JUGA: Dalam Tengger Ethnomedicine Festival, Alit Indonesia Sajikan Nasi Gerit

Filosofi hidup Suku Tengger adalah rasa bakti terhadap Tuhan dan leluhur. Maka, kunjungan ke petilasan dan tari sodor tersebut merupakan bentuk penghormatan itu. Gelaran yadnya Karo berlangsung di Balai Desa Tosari. 

Sebagian besar warga Suku Tengger hadir dalam perayaan besar tersebut. Hari besar Karo tidak terbatas untuk umat Tengger yang beragama Hindu. Mereka yang beragama lain juga ikut merayakannya.

"Tahun ini lebih ramai. Ada perwakilan dari dinas-dinas provinsi dan dinas terkait yang hadir. Ada BPCB dari Trowulan juga. Lebih meriah. Yang hadir di sini adalah Suku Tengger Brang Kulon yang menghuni sebelah barat lereng Bromo," ungkap Kepala Desa Tosari Rudi Hartono.


Ceria dan Guyub, Begini Potret Yadnya Karo, Hari Besar Suku Tengger. Tongkat sodor atau pusaka sarutomo yang dibawa penari, berisi benih atau biji-bijian hasil bumi masyarakat Tengger.-Patrick Cahyo Lumintu-Harian Disway

BACA JUGA:Alit Indonesia Tunjukkan Cara Suku Tengger Manfaatkan Tanaman Herbal untuk Pengobatan

Yadnya Karo tahun ini mengusung tema Leluri Lelakune Bathi Sangkan Paraning Dumadi. Artinya, pengingat diri. Tentang asal manusia dan ke mana ia akan berpulang. Juga tentang leluhur masa lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: