Ceria dan Guyub, Begini Potret Yadnya Karo, Hari Besar Suku Tengger

Ceria dan Guyub, Begini Potret Yadnya Karo, Hari Besar Suku Tengger

Ceria dan Guyub, Begini Potret Yadnya Karo, Hari Besar Suku Tengger. Penampil terakhir tari sodor akan memecah tongkat sodor yang dipegangnya. Sebagai lambang terciptanya semesta berikut manusia.-Patrick Cahyo Lumintu-Harian Disway

"Kita ada karena leluhur. Yadnya Karo ini adalah bentuk rasa terima kasih kami karena leluhur telah membuka Bumi Tengger. Hingga sampai ke anak cucunya," terangnya.

Tari sodor atau tari sangkan paraning dumadi ditarikan secara berpasang-pasangan. Ada yang ditarikan sesama laki-laki, tapi ada pula kelompok penari laki-laki dan perempuan. Seperti kelompok penari sodor dari Desa Ngadiwono.

BACA JUGA:Tradisi Upacara Kematian dalam Suku Tengger (1): Dalan Padhang, Papan Jembar

Awalnya, mereka berhadap-hadapan. Ada 5 pasang penari. Mengenakan pakaian putih dengan selempang emas. Di sebelah kiri dan kanan lima pasangan itu, dua pasangan berpakaian hitam duduk berhadapan pula.

Di belakang mereka duduk para Romo Dukun dari Paruman Dukun Tengger Brang Kulon. Itulah pemimpin-pemimpin adat Suku Tengger bagian barat. Setiap penari, sebelum dan sesudah tampil, selalu menyempatkan untuk sungkem kepada para Romo Dukun tersebut.

Mereka menari dengan gerakan lembut. Semua penari dari 11 desa itu memperagakan gerak yang sama. Di pertengahan adegan, para penari memegang tongkat yang disebut sodor. Di bagian atas dan bawahnya terdapat penutup lubang dari sabut kelapa.

BACA JUGA:Tradisi Upacara Kematian dalam Suku Tengger (2-Habis): Undang Ruh Leluhur

Di dalam tongkat sodor itu terdapat berbagai biji-bijian hasil bumi para petani Tengger. Tari sodor memiliki 3 filosofi perjalanan hidup manusia. Pertama, pacangan atau pertemanan. Diawali dari lelaki dan perempuan yang bertemu. Kedua, menjalin rumah tangga. Dari pertemuan itu, mereka menjalin kasih dan menikah.

Ketiga, memecahkan sodor. Biji-bijian di dalamnya pun tumpah. Bahwa benih yang ada dalam kandungan telah dikeluarkan. Simbol seorang putra atau bayi yang lahir dari pasangan tersebut.

"Tari ini selalu dipentaskan agar kita senantiasa ingat tentang penciptaan semesta. Termasuk penciptaan diri kita," ujar Romo Dukun Puja Pramana dari Desa Ngadiwono.


Ceria dan Guyub, Begini Potret Yadnya Karo, Hari Besar Suku Tengger. Para penari sodor sebelum menari terlebih dulu bersembahyang di Pura Kawitan Tengger, Tosari, Pasuruan.-Patrick Cahyo Lumintu-Harian Disway

BACA JUGA:Memahami Bahasa Jawa Tengger, Mirip Tegal Dialek Jawa

Lambang purusa dan pradana. Kesejatian serta menyatunya dua pasang manusia. Laki-laki dan perempuan. Tongkat sodor disebut juga sebagai pusaka sarutomo. Pusaka utama yang harus dimiliki setiap laki-laki dan perempuan. Sekaligus sebagai asal eksistensi manusia.

Tahap terakhir adalah membuka wadah "jimat klonthong" yang berbentuk tabung. Berukuran cukup besar Di situ tersimpan berbagai uang keping dan gulungan-gulungan kain. Jumlahnya cukup banyak.

Usia wadah itu telah ratusan tahun. Karena sejak era leluhur, setiap yadnya Karo, warga Suku Tengger selalu mengisi wadah dengan uang keping dan pakaian. Hingga saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: