Intimidasi Opini Publik: Demokrasi yang Terbungkam

ILUSTRASI Intimidasi Opini Publik: Demokrasi yang Terbungkam.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Lebih lanjut, John Stuart Mill (1859) dalam On Liberty menyatakan bahwa mengekang pendapat, betapa pun kontroversialnya, adalah tindakan yang membahayakan karena menghentikan proses pembelajaran kolektif.
Dengan demikian, intimidasi terhadap YS adalah tindakan antidemokratis yang tidak hanya membungkam satu individu, tetapi juga merampas hak masyarakat sebagai subjek atas artikulasi politik dan wacana kritis.
Di dalam konteks demokrasi kontemporer, fenomena itu menyerupai apa yang disebut Levitsky dan Ziblatt (2018) sebagai ”demokrasi yang mati secara perlahan” –negara tidak serta-merta berubah menjadi otoriter, tetapi lembaga-lembaga demokrasi dilemahkan secara sistematis, salah satunya dengan menekan kebebasan pers dan masyarakat sipil.
Kasus intimidasi terhadap suara publik menjadi pengingat yang kuat bahwa kebebasan berekspresi di Indonesia masih menghadapi ancaman serius. Penting bagi semua pihak –pemerintah, aparat penegak hukum, organisasi masyarakat sipil, dan publik– untuk bersatu melindungi ruang publik.
Tanpa adanya jaminan keamanan bagi para penulis dan pengkrtik, demokrasi akan kehilangan salah satu pilar utamanya dan mengarah pada penyakit bawaan yang tak berkesudahan.
Dengan kata lain, meskipun rezimnya telah berganti, logika kekuasaan yang antikritik tampaknya masih hidup dan bertransformasi mengikuti zaman. Itulah tantangan besar demokrasi Indonesia hari ini –tidak hanya melawan pelaku represi, tetapi juga melawan ingatan pendek kita terhadap sejarah represi itu sendiri. (*)
*) Galang Geraldy adalah dosen ilmu politik UWKS dan mahasiswa S-3 ilmu sosial, Unair.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: