Gelar Seminar Bertajuk Green Talk, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Untag Surabaya dan Ecoton Serukan Urgensi Pencemaran Sungai

Pemutaran film dokumenter Rintihan Kali Surabaya. --HARIAN DISWAY
SURABAYA, HARIAN DISWAY – Mata air tak lagi jernih. Ikan-ikan mengambang tak bernyawa. Fenomena itu terekam dalam film Rintihan Kali Surabaya.
Itulah karya dokumenter dari 14 mahasiswa MBKM Prodi Ilmu Komunikasi Untag Surabaya. Film itu dipertontonkan dalam acara Green Talk, Real Action: Menguatkan Komunikasi Lingkungan untuk Aksi Berkelanjutan, 19 Juni 2025.
Acara tersebut berlangsung di Auditorium lantai 6, Gedung R. Ing Soekonjono, Untag Surabaya. Bukan sekadar seminar, kegiatan itu menjadi panggung untuk menyuarakan kondisi Kali Surabaya yang makin terpuruk.
BACA JUGA:Untag Surabaya Buka Prodi Sarjana Terapan Teknologi Rekayasa Manufaktur
Film berdurasi pendek itu tak hanya memotret pemandangan yang menyakitkan. Tetapi juga mengungkapkan data mengerikan: pencemaran sungai yang disebabkan oleh sampah, tinja, hingga limbah industri.
Prigi Arisandi betapa tercemarnya kali Surabaya dengan adanya industri-industri besar. --HARIAN DISWAY
“Setiap hari ada dua ton tinja manusia yang dibuang ke kali,” ungkap Prigi Arisandi, pendiri Ecoton. Ia menyebut bahwa bukan hanya bentuk sampah yang jadi masalah.
Mikroplastik, partikel kecil hasil penguraian plastik, mengintai kualitas air. Kemudian masuk ke tubuh ikan. Dan pada akhirnya kembali ke tubuh manusia.
BACA JUGA:Magang di PT Solusi Media Bersaudara, Mahasiswa Untag Surabaya Optimalkan Website Perusahaan
Tak berhenti di situ, Prigi juga membeberkan bagaimana limbah industri dari luar Surabaya turut mencemari sungai.
Ia menyebut bahwa banyak pabrik besar membuang limbahnya di daerah-daerah seperti Jombang, Sumobito, hingga Samben.
“Bayangkan, sepanjang 100 km tanggul sungai ditimbuni limbah. Seperti tepung yang mengering lalu mengeras menjadi tanggul,” tuturnya.
BACA JUGA:Peter Sosilo Raih Gelar Doktor Hukum di Untag Surabaya, Angkat Isu Kepailitan di Masa Force Majeure
Ironisnya, Indonesia juga menjadi "tempat sampah" dunia. Negara-negara maju seperti Jepang, Kanada, Inggris, dan Amerika Utara disebut-sebut mengirimkan sampahnya ke pabrik-pabrik di Indonesia. Termasuk Surabaya. “Negara mereka bersih, tapi sampahnya dititipkan di sini,” ujar Prigi.
Lebih mengkhawatirkan lagi, limbah-limbah itu kerap terselip dalam produk daur ulang. Plastik dicampur dalam kertas, lalu dikirim ke masyarakat seolah-olah itu bahan bersih. Dalam praktiknya, kita tanpa sadar ikut berkontribusi pada rantai pencemaran itu.
Melalui seminar tersebut, mahasiswa komunikasi diajak untuk tak hanya menjadi penonton. Tetapi komunikator aktif dalam isu lingkungan. Menyuarakan, menyebarkan, dan mengedukasi lewat media.
Sebab, seperti kata Prigi, “Lingkungan rusak bukan hanya karena industri. Tapi juga karena kita lupa. Lupa bahwa apa yang kita pakai hari ini berdampak pada bumi esok hari.” (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: