Peter Sosilo Raih Gelar Doktor Hukum di Untag Surabaya, Angkat Isu Kepailitan di Masa Force Majeure

Peter Sosilo meraih gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya dalam sidang terbuka di Fakultas Hukum, Untag Surabaya, 9 Mei 2025.-Peter Sosilo-
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Pengacara sekaligus pengusaha Peter Sosilo resmi menyandang gelar doktor. Ia menuntaskan sidang terbuka promosi doktor di Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, 9 Mei 2025.
Dalam usianya yang telah menginjak 60 tahun, Peter membuktikan bahwa semangat belajar tak pernah mengenal batas usia.
Dalam sidang yang digelar di Gedung R Ing Soekonjono tersebut, Peter mempertahankan disertasinya yang berjudul Perlindungan Hukum yang Berkeadilan bagi Debitur Pailit dalam Keadaan Memaksa (Force Majeure) Menurut UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU.
BACA JUGA:Etika dan Integritas Pendidikan: Pembelajaran dari Polemik Disertasi Bahlil Lahadalia
Sidang terbuka itu dipimpin oleh Prof. Dr. Mulyanto Nugroho M.M, CMA, CPA sebagai ketua tim penguji, dengan promotor Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya SH, MH.
Dalam paparannya, Peter mengangkat fenomena banyaknya perusahaan yang jatuh pailit akibat kondisi tak terduga. Salah satunya seperti pandemi COVID-19.
Ia menilai, sistem hukum kepailitan di Indonesia belum sepenuhnya memberi ruang perlindungan hukum yang adil bagi debitur yang sebenarnya memiliki rekam jejak baik. Namun, debitur itu terdampak kondisi luar biasa. Seperti pandemi atau gejolak ekonomi global.
Peter Sosilo menuntaskan sidang terbuka promosi doktor di Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, 9 Mei 2025.-Peter Sosilo-
BACA JUGA:Maraton 2 Ujian Disertasi: Pascasarjana Unisma Kini Cetak 104 Doktor
“Yang dibutuhkan adalah regulasi yang mempertimbangkan konteks force majeure. Banyak perusahaan yang berniat baik dan punya itikad melanjutkan usaha. Tapi langsung dieksekusi oleh kreditur separatis. Itu tidak adil,” ujar Peter.
Berdasarkan penelusuran Peter, rata-rata terdapat 30 kasus kepailitan per bulan di tiap Pengadilan Niaga. Dengan lima pengadilan di Indonesia, berarti ada lebih dari 2 ribu kasus setiap tahun.
Menurutnya, angka itu mengkhawatirkan. Karena berdampak pada banyak aspek: dari PHK massal, potensi kerusuhan sosial, hingga kerugian negara akibat hilangnya pendapatan dari pajak dan biaya layanan publik.
BACA JUGA:Eri Cahyadi Lulus Cumlaude, Rektor Unair: Disertasi Komprehensif dan Relevan dengan Profesi
Peter menggarisbawahi perlunya revisi Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Revisi tersebut sebagai upaya pendorong agar lebih responsif terhadap kondisi force majeure.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: