Citra Polisi di Dunia Nyata dan Dunia Maya: Cari Sanjungan, Malah Dapat Celaan

Citra Polisi di Dunia Nyata dan Dunia Maya: Cari Sanjungan,  Malah Dapat Celaan

POLDA JATIM merilis pengungkapan Grup Facebook Gay Surabaya.-Humas Polda Jatim-

Angga menekankan bahwa pencitraan bukan solusi jangka pendek sehingga perlu strategi komunikasi dan perubahan nyata. ”Perbaikan citra harus dimulai dari akar, yakni budaya kerja, transparansi penindakan, dan keterbukaan terhadap kritik,” tambahnya.

BACA JUGA:Interogasi Polisi-Pelaku

BACA JUGA:Ada Unsur Kelalaian, Polisi Tetapkan Dua Tersangka dalam Bencana Longsor Gunung Kuda Cirebon

Senada dengan itu, sosiolog politik Aribowo mengkritisi lemahnya pengawasan terhadap institusi Polri. Menurutnya, kekuasaan yang terlalu terpusat dan minimnya kontrol legislatif berdampak pada menurunnya kepercayaan publik.

”Makin kuat pengawasan publik dan legislatif, makin sehat institusinya. Polisi yang baik bukan yang bebas dari kritik, melainkan yang terbuka terhadap kritik,” kata Aribowo dari Universitas Airlangga.

Ia menilai Polri perlu mengevaluasi kembali praktik internal yang tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan pelayanan publik. ”Kalau memang mau dipercaya, ya buktikan lewat kebijakan dan tindakan nyata. Jangan malah membuat masyarakat merasa sedang dibohongi,” ujarnya.

Meski begitu, sejumlah pihak tetap memberikan apresiasi terhadap keseriusan Polri dalam memberantas kejahatan digital. Pakar keamanan siber dari Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Budi Harsono menyebutkan, 2025 sebagai tahun transisi penting bagi Polri dalam penguatan keamanan digital nasional.

”Tantangan siber kita meningkat dua kali lipat dibanding tiga tahun lalu. Yang dilakukan Polri, terutama dalam pembongkaran jaringan penipuan dan pelecehan online, adalah langkah maju. Tapi, tetap perlu edukasi masyarakat dan literasi digital yang kuat,” ujar Budi.

Polisi seperti apa yang dibutuhkan Indonesia hari ini?

Dengan tuntutan zaman yang kian kompleks, Polri harus tampil sebagai pelindung dan pelayan masyarakat yang transparan, profesional, dan humanis. Teknologi bisa menjadi alat bantu, tetapi kepercayaan hanya lahir dari tindakan nyata yang berkesinambungan.

”Polri bisa jadi kuat kalau ia sanggup mengakui kekurangannya. Bisa jadi disegani jika ia sanggup mendengar. Dan, bisa dicintai jika bertindak dengan adil dan transparan. Bukan dari video, melainkan dari kerja nyata,” tutup Aribowo. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: