Saat Udara Tak Lagi Bersahabat: Apa yang Harus Dilakukan Ketika Hidup di Tengah Polusi?

Dalam situasi yang tidak bisa dihindari, penggunaan masker dengan standar filtrasi tinggi seperti N95 atau KN95 menjadi pilihan terbaik. -iStockphoto-
HARIAN DISWAY - Tidak semua orang memiliki kemewahan untuk tinggal di lingkungan yang udaranya bersih. Bagi banyak masyarakat urban dan wilayah industri di Indonesia, hidup berdampingan dengan udara tercemar adalah kenyataan sehari-hari.
Sumber pencemaran datang dari berbagai arah, mulai dari asap kendaraan bermotor, emisi pabrik, hingga pembakaran terbuka yang masih sering terjadi di sekitar permukiman padat.
Paparan jangka panjang terhadap udara kotor membawa risiko kesehatan yang serius. Laporan dari World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa polusi udara menyebabkan sekitar tujuh juta kematian dini setiap tahun di seluruh dunia.
BACA JUGA: Walhi Jatim Soroti Polusi Udara dari PLTSa Benowo, Sudah Lewati Batas Aman
Angka ini berasal dari akumulasi efek partikel halus seperti PM2.5 yang bisa masuk hingga ke paru-paru dan pembuluh darah, menyebabkan peradangan kronis, serta memperburuk kondisi jantung, paru-paru, dan bahkan sistem saraf.
Di Indonesia, situasinya tidak kalah mengkhawatirkan. Berdasarkan data Global Burden of Disease tahun 2019 yang dikompilasi oleh Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), polusi udara termasuk dalam lima besar faktor risiko penyebab kematian dan penyakit di Indonesia.
Salah satu contohnya adalah tingginya konsentrasi PM2.5 di Jakarta yang menurut laporan tahunan IQAir tahun 2023 mencapai rata-rata 43,3 mikrogram per meter kubik.
BACA JUGA: Pemerintah Akan Sediakan BBM Subsidi Rendah Sulfur, Kurangi Polusi Udara, Harga Tidak Naik
Angka ini hampir sembilan kali lipat lebih tinggi dari batas aman tahunan yang direkomendasikan WHO, yaitu 5 mikrogram per meter kubik.
Polusi udara tidak hanya memperburuk penyakit kronis, tetapi juga meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan, karena paru-paru mereka masih dalam tahap perkembangan.
World Health Organization (WHO) juga mencatat bahwa bayi yang terpapar polusi sejak dini lebih berisiko mengalami penurunan fungsi paru dan gangguan kognitif. Lansia, ibu hamil, serta penderita asma atau penyakit jantung juga berada dalam kelompok dengan risiko tertinggi.
BACA JUGA: Polusi Udara Bukan Penyebab Tunggal ISPA, Daya Tahan Tubuh Menurun Lebih Rentan Terkena Penyakit
Ketika kualitas udara di sekitar tempat tinggal tidak memenuhi standar kesehatan, maka langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengenali situasinya secara akurat.
Pemantauan kualitas udara kini dapat dilakukan secara harian melalui berbagai aplikasi seperti IQAir, Nafas Indonesia, maupun situs resmi BMKG. Data dari platform ini menunjukkan nilai indeks kualitas udara serta tingkat konsentrasi PM2.5, yang menjadi indikator utama dalam menilai risiko kesehatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: