Rencana Netanyahu Kuasai Penuh Gaza Tuai Kecaman dari Komunitas Internasional Maupun Warga Israel Sendiri

Menteri Luar Negeri Jean-Noel Barrot (kiri) dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres (kanan) saat Konferensi PBB di New York pada 29 Juli 2025.--CHARLY TRIBALLEAU / AFP
HARIAN DISWAY - Strategi perang Netanyahu mendapat kecaman dari berbagai pihak baik dari domestik maupun internasional.
Sebelumnya pada Kamis malam, 7 Agustus 2025 pemerintah Israel telah menetapkan bahwa mereka akan melakukan pendudukan penuh atas Gaza. Keputusan ini menuai kecaman dari berbagai pihak.
BACA JUGA:Kabinet Israel Setujui Strategi Baru Netanyahu Kuasai Penuh Gaza
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres mengungkapkan ketidaksetujuannya atas pendudukan total Israel atas Gaza. Gutteres kembali mendesak pemerintah Israel untuk mematuhi hukum internasional.
“Keputusan ini sangat berisiko memperdalam dampak krisis kemanusiaan bagi jutaan warga Palestina dan membahayakan lebih banyak nyawa, termasuk para sandera,” tutur juru bicara Sekjen PBB.
BACA JUGA:Indonesia Siapkan Pulau Galang untuk Rawat Ribuan Warga Gaza Korban Kekejaman Israel
Gutteres menilai langkah tersebut dapat mengakibatkan relokasi paksa, pembunuhan, dan penghancuran besar-besaran yang akan memperparah penderitaan bagi penduduk Palestina di Gaza.
Selain itu, gagasan perang Netanyahu juga mendapat kecaman dari dalam negeri, khususnya dari keluarga sandera di Israel.
Mereka menggelar demonstrasi di depan kantor perdana menteri sebelum rapat kabinet, menyuarakan kekhawatiran atas keselamatan para sandera.
BACA JUGA:Pemerintah Israel Tekan Pasukan IDF Agar Kuasai Gaza Sepenuhnya
Salah satu pendemo, Ellen Rosenberg mengungkapkan ketidaksetujuannya atas keputusan tersebut. “Jangan melanjutkan perang, buat gencatan senjata. Sebagai warga Israel, saya ingin para sandera dan tentara keluar dari Gaza,” tuturnya.
Itamar, pemuda Israel yang mengikuti aksi demo mengatakan bahwa pemerintah Israel tidak memperhatikan keselamatan warganya terutama para sandera.
"Mereka tidak peduli pada nyawa manusia. Satu-satunya yang mereka pedulikan hanya menduduki lebih banyak wilayah," tutur Itamar.(*)
*) Mahasiswa magang prodi Sastra Inggris Universitas Negeri Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: wafa news