SNF Vol. 3: Ketika Mall Berubah Jadi Arena Perang Abad Pertengahan

SNF Vol. 3: Ketika Mall Berubah Jadi Arena Perang Abad Pertengahan

Suasana workshop oleh JAVALARP sebelum duel pedang di ring. -Christian Mazmur-HARIAN DISWAY

Sementara itu, Bayu Coconut tampil dengan kostum orisinil ciptaannya sendiri. Terinspirasi dari SCP dan Plague Doctor era Black Death, kostumnya berwarna hitam pekat. Jubah panjang, rompi gelap, topi fedora, dan topeng menyerupai tengkorak hewan menciptakan aura mencekam.

BACA JUGA:Fotografi Cosplay di Event Jepang Surabaya: Dari Hiburan Menjadi Rivalitas Bisnis

BACA JUGA:Dari Tren Fiksi Hingga Fenomena Cosplay Populer di Seluruh Dunia


(Dari kiri ke kanan) Hudaifah al Fauzan, Bayu Putra Pratama dan Al Mukarom sedang ber-cosplay dengan tema karakter abad pertengahan. -Christian Mazmur-HARIAN DISWAY

Tubuh besarnya membuat penampilannya semakin mengintimidasi. Berbeda dari Hadz, Bayu memanfaatkan kain perca bekas jahitan ibunya. “Selain sarung tangan, semua saya buat dari kain bekas ibu saya,” katanya sambil tertawa. Prosesnya memakan waktu setahun—bukan karena sulit, tapi karena ia mengaku malas.

Keduanya sempat beradu pedang di ring yang disediakan. Pemandangan kontras: jubah putih Altair melawan siluet hitam sang “pembawa kematian”. Sorak penonton pun pecah setiap keduanya saling menyerang.

Ada pula Al Mukarom, atau d’Cagliostro di dunia panggung. Ia mengenakan kostum Takeda Shingen dari Basara Sengoku 2, lengkap dengan kapak raksasa di pundak.

Berbeda dari Hadz dan Bayu, sebagian besar kostumnya ia beli. “Kira-kira saya habis dua sampai tiga juta untuk bikin kostum ini,” ujarnya. Namun, beberapa bagian seperti helm dan dalaman tetap ia buat sendiri.

BACA JUGA:Perjalanan Dungeons & Dragons (DnD), Game Meja yang Mengubah RPG Modern

BACA JUGA:KTT Cosplay di Jepang, Tarik Minat Antarbangsa

Meski berbeda cara—ada yang hemat, ada yang boros—mereka memiliki kesamaan: menjadikan kostum sebagai sarana ekspresi diri. Setiap jahitan, setiap aksesoris, adalah bagian dari cerita yang ingin mereka bawakan.

Sony Harianto, Event Manager SNF Vol. 3, mengungkapkan bahwa acara seperti ini belum pernah ada di Surabaya, bahkan di Jawa Timur.

“Padahal di kota besar seperti Bandung dan Jakarta, event Live Action Roleplay sudah menjamur,” katanya. Tema Japan Medieval dipilih agar pengunjung bisa merasakan atmosfer sejarah Jepang sekaligus keseruan bermain peran.

Sony, yang sudah berkecimpung di dunia budaya Jepang sejak 2017, berharap LARP di Surabaya bisa berkembang seperti di kota-kota metropolitan. Ia bahkan membayangkan konsep yang lebih serius di masa depan.

BACA JUGA:Seru, Mahasiswa Untag Gelar Turnamen Mobile Legend dan Cosplay Character di Grand City Mall Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: