Manajemen Regulasi Emosi Dokter Syahpri, Terima Kasih Teladannya!

ILUSTRASI Manajemen Regulasi Emosi Dokter Syahpri, Terima Kasih Teladannya!-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
SAYA SALUT. Dua kata sederhana itu mungkin tidak cukup untuk merangkum gelombang kekaguman yang saya rasakan dan mungkin juga dirasakan ribuan orang lainnya saat menyaksikan sebuah video viral.
Video tersebut mempertontonkan sebuah ujian karakter, yang berlangsung di sebuah ruang perawatan rumah sakit. Di pusat pusaran badai emosi itu, berdirilah seorang dokter dengan ketenangan yang nyaris mustahil, dr Syahpri Putra Wangsa.
Melihat manajemen kendali emosi dan stres yang dilakukan oleh dokter luar biasa itu adalah sebuah pelajaran berharga. Beliau bukanlah dokter spesialis biasa.
BACA JUGA:Dokter dan Perawat Diserang di RSUD Sekayu, Menkes: Kami Sangat Mengecam Keras
BACA JUGA:Kemenkes Kecam Pelaku Kekerasan Terhadap Dokter di RSUD Sekayu
Namanya dihiasi dengan serangkaian gelar yang menunjukkan puncak dedikasi dan keilmuan: spesialis penyakit dalam (Sp.PD), konsultan ginjal dan hipertensi (K-GH), serta fellow of the indonesian society of internal medicine (FINASIM).
Mari kita bedah sejenak makna di balik gelar-gelar itu. Menjadi seorang internis sudah merupakan pencapaian yang menuntut kerja keras bertahun-tahun.
Namun, menjadi seorang konsultan K-GH berarti ia telah menempuh pendidikan subspesialisasi yang lebih dalam lagi, menguasai seluk-beluk penyakit ginjal dan hipertensi yang kompleks.
BACA JUGA:Dokter RSUD Sekayu Alami Kekerasan, Tjandra Yoga Minta Aparat Ambil Tindakan
Gelar FINASIM adalah pengakuan tertinggi dari Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) atas kompetensi dan kontribusinya.
Dengan portofolio akademis dan profesional yang sedemikian mentereng, andai dr Syahpri ingin bersikap pongah, arogan, atau superior kepada siapa pun, ia memiliki ”amunisi” yang lebih dari cukup.
Secara hierarki pengetahuan medis, ia berada di puncak. Dan, jika kita berbicara tentang aspek finansial, profesi dengan tingkat keahlian seperti itu tentu menjanjikan kesejahteraan.
Namun, semua justifikasi untuk arogansi tersebut luruh tak berbekas saat kita menyaksikan apa yang terjadi di video viral tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: