Manajemen Regulasi Emosi Dokter Syahpri, Terima Kasih Teladannya!

Manajemen Regulasi Emosi Dokter Syahpri, Terima Kasih Teladannya!

ILUSTRASI Manajemen Regulasi Emosi Dokter Syahpri, Terima Kasih Teladannya!-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Tunjangan Dokter Spesialis di Daerah 3T Naik Rp30 Juta, IDAI Minta Ada Regulasi dan Perlindungan Hukum

BACA JUGA:Dokter Spesialis di Daerah 3T dapat Tunjangan Rp 30 Juta Per Bulan

Di sebuah ruangan yang tampak seperti ruang perawatan VIP di RSUD Sekayu, Banyuasin, dr Syahpri Putra harus menghadapi badai verbal dari keluarga pasien. 

Dengan kamera ponsel yang sengaja diarahkan ke wajahnya, sebuah manuver intimidasi modern dari keluarga pasien melontarkan kata-kata kasar, bernada tinggi, dan penuh kesombongan. 

Mereka mencerca, menuntut, dan mempertanyakan setiap langkah medis dengan nada yang jauh dari etika. Namun, apa yang dilakukan dr Syahpri? 

Ia hanya tenang, diam sejenak, lalu memberikan penjelasan yang sangat terukur, sistematis, dan prosedural. Dan, yang terpenting, penjelasannya benar secara medis dan etis.

Tekanan tidak berhenti di situ. Permintaan-permintaan yang jelas-jelas bertentangan dengan prosedur keselamatan dan standar operasional terus dilontarkan. Ketika sang dokter dengan sabar menolak untuk menuruti kehendak yang membahayakan itu, eskalasi pun terjadi. 

Puncaknya adalah momen yang paling mencengangkan: sebuah tangan terulur dan dengan kasar menarik masker yang dikenakan sang dokter, disertai perintah, ”buka maskernya!” 

Tindakan itu bukan sekadar penghinaan, melainkan juga sebuah agresi fisik yang membahayakan. Terlebih lagi, tindakan itu dilakukan di depan pasien yang diduga terdiagnosis tuberkulosis (TB), sebuah penyakit menular yang penularannya terjadi melalui droplet di udara. 

Masker adalah benteng pertahanan terakhir bagi seorang tenaga kesehatan. Merenggutnya adalah tindakan yang sama dengan melucuti rompi antipeluru seorang prajurit di tengah medan perang.

Namun, lagi-lagi, respons dr Syahpri sungguh di luar nalar. Ia tidak balas membentak, tidak melakukan perlawanan fisik, bahkan raut wajahnya tetap berusaha terkendali. 

Ia tetap teguh pada pendirian profesionalnya, kembali menjelaskan dengan runut dan tenang, seolah-olah sedang mengajar di sebuah kelas, bukan di bawah todongan kamera dan caci maki. Ini dahsyat.

Dalam dunia kesehatan mental, apa yang dipertontonkan dr Syahpri adalah sebuah masterclass dalam regulasi emosi. Regulasi emosi adalah kemampuan untuk mengelola dan mengendalikan respons emosional kita terhadap suatu situasi. 

Itu tidak berarti menekan atau mengabaikan emosi. Saya yakin, di balik ketenangannya, dr Syahpri merasakan gejolak yang hebat. Mungkin ada rasa kesal, marah, terhina, bahkan takut. 

Menghadapi orang sok tahu yang mengandalkan arogansi dan ancaman implisit lewat kalimat, ”kamu nggak kenal saya?”, pasti memancing reaksi defensif dalam diri siapa pun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: