Ditangkap, Tersangka Polisi Pembunuh Pacar yang Dibakar: Diduga Emotional Blackmail

BRIPDA Alvian M. Sinaga membunuh pacarnya, Putri Apriyani, di Indramayu, Jabar.-istimewa-
Dibuka dengan kalimat begini:
”Kita semua punya satu orang dalam hidup yang selalu menekan kita. Kamu tahu siapa ia? Ia adalah ahlinya yang membuat kita merasa selalu bersalah. Ia tidak pernah mendukung pilihan kita.”
Dilanjut: ”Ia malah membuat kita merasa selalu bersalah. Sebab, ia menganggap bahwa kita mendahulukan kita sendiri. Bukan kepentingannya.”
Orang itu bisa ortu, pasangan, teman, atau kolega, atau siapa pun, yang menggunakan emosi kita untuk memaksa kita melakukan apa yang mereka inginkan meski hal yang mereka inginkan itu bukan hal terbaik bagi kita. Bahkan, berkebalikan dengan keinginan kita.
Perilaku semacam itu dikenal sebagai emotional blackmail.
Pemerasan emosional adalah teknik manipulasi yang digunakan orang untuk menegaskan kekuasaan dan kendali mereka dalam hubungan, kata Ashley Pena, LCSW, direktur eksekutif di Mission Connection, Amerika Serikat (AS).
Orang itu bisa ortu yang suka mengontrol, atasan yang menuntut berlebihan, pasangan yang manipulatif, atau teman yang selalu menyulitkan.
Seseorang yang melakukan pemerasan emosional kepada Anda mungkin mencoba menghalangi, memanipulasi, membuat Anda merasa bersalah, mempermalukan, atau mengancam untuk melakukan apa yang mereka inginkan.
Bentuknya bisa beragam. Antara lain, perlakuan diam. Orang itu mengabaikan Anda atau mendiamkan Anda ketika Anda tidak melakukan apa yang mereka inginkan. Itu taktik komunikasi pasif-agresif untuk mendapatkan kendali.
Misalnya, orang tersebut berhenti bicara dengan Anda atau tidak membalas panggilan dan pesan Anda. Meski kedengarannya tidak terlalu penting, hal itu bisa membuat frustrasi jika orang tersebut adalah orang penting bagi Anda.
Orang itu membuat Anda merasa berutang budi kepadanya. Seolah Anda berutang sesuatu kepadanya meskipun sebenarnya tidak.
Misalnya, orang tua atau anggota keluarga yang tidak menyetujui pilihan hidup Anda, mungkin mengatakan begini: ”Setelah semua yang telah kami lakukan untukmu, beginikah caramu membalas kami?”
Taktik itu memanfaatkan psikologis kita untuk menyenangkan orang itu. Kita yang berempati mungkin sangat rentan terhadap rasa bersalah.
Bisa pula berbentuk manipulasi. Orang itu, misalnya, berperan seolah sebagai korban dalam situasi tertentu. Ia membuat dirinya tampak menderita karena sesuatu yang Anda lakukan walaupun sebenarnya bukan begitu.
Manipulasi seorang rekan kerja, berkata: ”Aku nggak percaya kamu nggak mau gantiin sifku. Sekarang aku harus lembur, dan ini semua salahmu.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: