Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (14): Insiden Ketiduran di Pagi Buta

Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (14): Insiden Ketiduran di Pagi Buta

BOCAH KECIL membawa bendera untuk menonton parade militer, Rabu, 3 September 2025.-Doan Widhiandono-

Tiongkok punya gawe besar, Rabu, 3 September 2025. Parade militer memperingati 80 tahun kemenangan rakyat Tiongkok atas agresi Jepang. Ini parade militer terbesar dalam sejarah negeri itu. Kami, peserta program China International Press Communication Center (CIPCC) pun mempersiapkan diri—atau dipersiapkan—dengan matang.

SENIN malam, 1 September 2025, kami baru saja tiba dari Tianjin. Naik kereta Fuxing. Yang kecepatannya bisa mencapai 350 kilometer per jam itu. Tianjin-Beijing yang berjarak sekitar 120 kilometer dilahap hanya dalam 30 menit.

Kami tiba dengan kereta terakhir. Nyaris tengah malam sampai di Beijing. Karena itu, esok harinya, Selasa, 2 September 2025, tak ada kegiatan untuk peserta CIPCC. Dibiarkan istirahat. Atau diharuskan beristirahat. Sebab, dalam pengumuman agenda kegiatan di grup WeChat, sudah terbayang betapa beratnya agenda kami pada hari parade militer itu.

Ya, beberapa wartawan menghela napas ketika membaca pengumuman itu. ’’Bro, rasanya kita tidak mungkin tidur. Atau kita tidur saja seharian,’’ ujar seorang wartawan.

BACA JUGA:Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (1): Tantangan Jadi Pencerita yang Jujur

BACA JUGA:Dari Peluncuran Buku Kisah-Kisah Menyentuh Shanghai Cooperation Organization (1): Tantangan Jadi Pencerita yang Jujur

Betapa tidak, di dalam pengumuman itu disebutkan bahwa kami harus sudah siap di Jianguomen Diplomatic Residence Compound (DRC), Chaoyang, pukul 02.20 dini hari. Bus akan berangkat 10 menit kemudian. Yang telat akan ditinggal. Dipersilakan menonton parade dari televisi. Wah, siapa pula yang mau jauh-jauh ke Beijing hanya untuk menonton parade dari televisi…?

Jika ditinggal, wartawan yang tetap di apartemen harus menutup seluruh jendela dan tidak diperkenankan memotret. Sebab, jalan tempat tinggal kami itu memang berada segaris dengan Chang’an Avenue, yang memisahkan Kota Terlarang dan Lapangan Tiananmen.

Kompleks kami pun sudah terasa sibuk pada Selasa itu. Beberapa regu polisi dan tim pengamanan internal berpatroli sepanjang hari. Beberapa orang membawa anjing pelacak. Saat hari sudah gelap, kentara bahwa seragam polisi berjalan kaki itu dilengkapi lampu strobo. Merah-biru. Berpendar-pendar.

Situasi itu tentu kami pahami. Sebab, parade militer ini memang istimewa sekali. Ratusan ribu tentara diturunkan (baca Harian Disway, Kamis, 4 Agustus 2025). Senjata-senjata nuklir dipamerkan. Senjata itu selama ini tak pernah dipertontonkan ke publik.


PEMERIKSAAN KEAMANAN yang ketat ini harus dilalui jurnalis yang akan meliput parade militer di Beijing, 3 September 2025.-Doan Widhiandono-

Antusiasme menonton parade itulah yang menggerakkan kami bangun dini hari. Atau tidak tidur sampai dini hari. Termasuk saya…

Pukul 02.00, puluhan wartawan sudah berkumpul di tempat yang kami sebut sebagai Red Pavillion. Itulah gazebo yang terletak di sudut utara kompleks apartemen. Warnanya merah-hijau. Berarsitektur Tiongkok. Seperti masjid Muhammad Cheng Hoo di Surabaya. Juga di Pandaan, Pasuruan.

Sekira 15 menit sebelum berangkat, kami sudah masuk bus. Saya masuk ke bus nomor 1. Paling depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: