Tantangan dan Peluang AI bagi Kreativitas DKV

ILUSTRASI Tantangan dan Peluang AI bagi Kreativitas DKV.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Salah satu dampak besar AI terhadap DKV adalah kemampuan AI untuk mendukung kreativitas desainer, bukan menggantikannya. AI lebih sering dianggap sebagai alat yang memperluas kemampuan desainer, mengeksplorasi ide-ide baru, dan melakukan eksperimen visual dengan cara yang lebih efisien.
Hal itu terhubung dengan pandangan para ahli yang menyebutkan bahwa teknologi tidak mengurangi kreativitas manusia, tetapi justru mendorongnya untuk berkembang.
Sebagai contoh, aplikasi AI seperti DALL•E, MidJourney, atau DeepArt menggunakan teknik pembelajaran mesin untuk menghasilkan gambar berdasar deskripsi teks yang diberikan pengguna.
Itu memberikan desainer kesempatan untuk menjelajahi berbagai gaya visual atau tema yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya atau untuk mengadaptasi elemen-elemen visual dari berbagai sumber dengan cara yang lebih inovatif.
Namun, penting untuk dicatat bahwa penggunaan AI dalam desain juga mengundang tantangan terkait orisinalitas dan hak cipta serta pertanyaan etis tentang kreativitas manusia dalam proses desain.
DAMPAK AI TERHADAP PROFESIONALISME DESAINER
Meski AI telah memperkenalkan banyak kemudahan, tidak dapat dimungkiri bahwa penggunaan alat berbasis AI dalam desain juga dapat memengaruhi profesionalisme dalam bidang DKV. Salah satu dampaknya adalah potensi pengurangan keterampilan teknis manual desainer.
Misalnya, kemampuan menggambar tangan atau penguasaan perangkat lunak desain. Meski demikian, banyak ahli desain yang menyarankan bahwa desainer tetap perlu memiliki pemahaman dasar yang kuat tentang prinsip-prinsip desain dan teori visual untuk dapat menggunakan alat AI dengan bijak.
Sebagai contoh, dalam buku The Designer’s Dictionary of Color oleh Sean Adams (2016), pemahaman terhadap teori warna, psikologi warna, komposisi, dan narasi visual tetap menjadi dasar yang penting meski teknologi AI dapat menghasilkan desain yang mengesankan secara otomatis.
Karena itu, seorang desainer dituntut untuk memahami bagaimana warna bekerja dalam konteks komunikasi, baik secara simbolis maupun psikologis.
Meski kecerdasan buatan (AI) kini mampu menghasilkan desain dengan kombinasi warna yang menarik secara otomatis, teknologi itu sebaiknya dipandang sebagai alat bantu, bukan pengganti kreativitas manusia.
AI dapat memperkaya eksplorasi desainer dalam menentukan komposisi warna dan menghasilkan variasi visual dengan cepat. Namun, intuisi dan pengalaman desainer dalam memahami makna, konteks budaya, serta dampak emosional warna tetap menjadi faktor yang tidak bisa digantikan.
Dengan demikian, peran AI adalah mendukung, bukan menggantikan, sensitivitas manusia dalam menciptakan komunikasi visual yang kuat.
Edward Tufte, dalam bukunya, The Visual Display of Quantitative Information (2001), menekankan bahwa ilustrasi visual memiliki fungsi utama sebagai medium untuk memperjelas data dan informasi.
Prinsip yang ia tawarkan adalah kejelasan, efisiensi, dan keterbacaan sehingga desain visual tidak sekadar indah secara estetika, tetapi juga harus memudahkan pemirsa dalam memahami pesan inti yang disampaikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: