Suami Bunuh Istri di Denpasar karena Kasihan: Kasus Altruistic Homicide

Suami Bunuh Istri di Denpasar karena Kasihan: Kasus Altruistic Homicide

ILUSTRASI Suami Bunuh Istri di Denpasar karena Kasihan: Kasus Altruistic Homicide.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Resnick: ”Anda harus memandangnya seperti seorang wanita depresi. Dia merasa berada di neraka di bumi. Akibat stres berkepanjangan, lalu naik jadi depresi. Begitu menyedihkan hingga dia tak sanggup lagi hidup.”

Kemudian, responden berniat bunuh diri. Namun, responden punya seorang anak usia 3 tahun. Anak itu, dalam pandangan responden, bakal menderita tanpa ibu. Anak itu bakal serasa berada di neraka di dunia. 

Maka, perempuan responden tersebut membunuh anaknyi dulu, kemudian dia bunuh diri. Namun, dia gagal mati sehingga bisa diwawancarai Resnick. Sebaliknya, sang anak mati.

Resnick: ”Itu pandangan yang menyimpang dari orang depresi. Tampaknya irasional bagi kita yang normal, tetapi tidak irasional bagi orang yang depresi.”

Responden Resnick juga ada yang pria, tetapi kebanyakan perempuan. Pria pembunuh anak kandung, lalu bunuh diri juga ada. Namun, jumlahnya tidak banyak. Ada juga pria membunuh istri yang sakit-sakitan, terus pria itu bunuh diri.

Resnick: ”Jumlah pelaku perempuan di pembunuhan altruistik jauh lebih tinggi daripada laki-laki. Sebab, ibu memandang diri mereka lebih tak terpisahkan dari anak dibandingkan dengan ayah.”

Menurutnya, dalam pandangan pelaku (yang saat itu sedang depresi), perbuatan itu lebih baik daripada hidup selalu menderita. Meskipun, warga Amerika Serikat yang mayoritas beragama Kristen paham, dalam agama mereka, bunuh diri adalah dosa. Ganjarannya neraka.

Jadi, kalau pelaku depresi, merasa berada di neraka di dunia, dia juga tahu (berdasar ajaran agama) bahwa dia mati juga menuju neraka.

Resnick: ”Saya ingat seorang ibu meninggalkan pesan bunuh diri setelah membunuh anaknya. Ibu dan anak itu mati. Pesan itu berbunyi: ’tolong kubur kami dalam satu peti. Kami ditakdirkan bersama, kau tahu’.”

Dalam riset yang lebih baru, dikutip dari The Conversation, 17 Februari 2023, berjudul Expert Q&A: why do people commit murder-suicides?, diungkapkan bahwa riset tentang altruistic homicide sangat jarang. Sebab, kebanyakan pelakunya mati. 

Naskah itu ”angle lain” dari berita tentang kematian kepala Epsom & Ewell High School di Surrey, barat daya London, Inggris. Kepala sekolah itu perempuan, Emma Pattison. Dia dan putrinyi, Lettie, ditembak mati oleh suami dan ayah mereka, Pattison. Lalu, Pattison bunuh diri.

The Conversation mewawancarai Sandra Flynn, pakar kesehatan mental forensik di University of Manchester, Inggris, tentang mengapa orang melakukan tindakan mengerikan itu? Apa latar belakangnya sehingga bisa jadi bahan pelajaran masyarakat?

Dijawab Flynn, tidak ada penjelasan sederhana untuk itu. Ada mekanisme psikologis yang kompleks mendasari tindakan-tindakan itu, yang belum sepenuhnya dipahami ilmuwan.

Para peneliti telah memeriksa motif kasus-kasus sebelumnya, yang mencakup kesehatan mental, masalah hubungan rumah tangga, penggunaan alkohol dan zat terlarang, masalah kesehatan fisik, masalah kriminal dan hukum, kesulitan pekerjaan atau keuangan, dan KDRT baik fisik maupun psikologis. 

Menurut Flynn, autopsi psikologis berupa rangkuman informasi dari anggota keluarga dan teman pelaku yang masih hidup, serta catatan kematian, membantu ilmuwan lebih memahami motifnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: