Komisi A DPRD Surabaya Usulkan Proyek PT SAS di Graha Famili Dihentikan Sementara, Tenggat Waktu 7 Hari!
Yona Bagus Widyatmoko, Ketua Komisi A DPRD Surabaya, saat memimpin hearing dengan warga Graha Famili, Rabu, 1 Oktober 2025-Tirtha Nirwana Sidik-Harian Disway
HARIAN DISWAY - Mediasi diadakan Komisi A DPRD Surabaya dengan warga Graha Famili, PT PT Sanggar Asri Sentosa (SAS), Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP). Mereka membahas keluhan warga tentang proyek kafe NOON, Rabu, 1 Oktober 2025.
Hal tersebut menjadi konflik antara hak warga dan developer, yakni PT SAS, di kawasan elit Graha Famili, Wiyung, Surabaya. Hearing digelar setelah warga resmi mengadukan pembangunan kafe tersebut ke DPRD Surabaya.
Alasannya jelas, karena dibangun di atas lahan fasum tanpa izin lengkap, tanpa persetujuan warga, dan dengan skema re-planning yang diduga melanggar aturan.
Masalah utama bukan soal kafenya, tapi prosesnya. Menurut Perwali No. 52 Tahun 2017 Pasal 15 ayat 4, perubahan SKRK (Surat Keterangan Rencana Kota) untuk fasum harus mendapat persetujuan dua pertiga pemilik lahan yang telah terjual.
BACA JUGA:Warga Graha Famili Adukan PT SAS ke Komisi A DPRD Surabaya, Soal Konflik Lahan Fasum!
BACA JUGA:Bukan Kementerian BUMN, Ini Alasan DPRD Surabaya Temui Danantara soal Lahan Pertamina
Daniel Julian Tangkau, kuasa hukum PT Sanggar Asri Sentosa (SAS) saat hearing dengan Komisi A DPRD Surabaya, Rabu, 1 Oktober 2025-Tirtha Nirwana Sidik-Harian Disway
Namun, warga merasa tidak diajak bicara sama sekali. Banner The Nook muncul tiba-tiba pada Juli 2023, lalu langsung ada aktivitas konstruks. Padahal mereka tak pernah menandatangani persetujuan apapun.
"Kami pikir 2/3 itu berarti dua pertiga jumlah warga," terang Daniel Julian Tangkau, kuasa hukum PT SAS.
Yona Bagus Widyatmoko, Ketua Komisi A DPRD Surabaya, menjelaskan bahwa bagian hukum Pemkot telah memberi klarifikasi. "Yang dimaksud 2/3 adalah dari pemilik lahan, bukan jumlah warga," terang Cak Yebe (sapaan akrab Yona Bagus Widyatmoko).
Sayangnya, PT SAS selaku pengembang proyek, tidak bisa membuktikan sudah melakukan sosialisasi dan mendapat restu formal.
Fakta lainnya adalah pembangunan fisik yang dimulai pada Juni 2023. Tapi, izin baru diajukan September 2023, dan IMB baru keluar Desember 2024.
Artinya, selama 18 bulan lebih, bangunan berdiri tanpa dasar hukum yang sah. "Ini indikasi pelanggaran serius. Developer tidak boleh main build first, permit later," sambung Cak Yebe.
BACA JUGA:DPRD Kabupaten Gresik Jamin Nasib Tenaga Honorer, Tak Akan Ada PHK
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: