Masyarakat Tak Bernegara: Menilik Ironi Kedaulatan dalam Republik

Masyarakat Tak Bernegara: Menilik Ironi Kedaulatan dalam Republik

ILUSTRASI Masyarakat Tak Bernegara: Menilik Ironi Kedaulatan dalam Republik.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Transparansi anggaran menjadi kunci. Investasi dalam pelayanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan dasar, harus benar-benar dijamin negara. Bukan sekadar jargon, melainkan implementasi dengan anggaran prioritas. 

Suara rakyat harus didengarkan, bukan hanya elite yang memperhatikan diri sendiri. Mekanisme demokrasi partisipatif perlu dihidupkan kembali. Musyawarah warga, public hearing, hingga referendum lokal dapat mempersempit jarak rakyat dengan pengambil kebijakan. 

Reduksi kekerasan negara juga signifikan dilakukan. Aparat harus ditempatkan kembali sebagai pelindung, bukan musuh rakyat. Pelatihan hak asasi manusia, reformasi keamanan, dan mekanisme kontrol sipil atas militer/polisi harus diperkuat.

Ketiga, organisasi sosial dan masyarakat sipil harus menjadi jembatan antara rakyat dan negara. LSM, ormas, maupun organisasi keagamaan dapat menjadi pengawas negara. 

Mereka perlu berani bersuara lantang ketika rakyat diperas atau dilukai oleh kebijakan. Organisasi sosial dapat mengisi kekosongan negara dengan menyediakan pendidikan nonformal, layanan kesehatan komunitas, hingga bantuan hukum gratis. 

Partisipasi rakyat juga perlu diorganisasi. Ormas dan komunitas sipil dapat menjadi ruang aman bagi rakyat untuk belajar berdemokrasi, menyampaikan aspirasi, dan menyusun agenda bersama.

Keempat, mendesak adanya sinergi multipihak. Ada upaya membangun negara yang hadir bersama rakyat. Solusi paling efektif tidak mungkin dicapai hanya oleh satu pihak. 

Dibutuhkan kolaborasi, yakni pemerintah mendengar dan melibatkan masyarakat sipil. Akademisi menyediakan riset berbasis data untuk solusi konkret. Media berperan sebagai pengawas publik dan ruang diskusi yang sehat. Masyarakat berperan aktif, tidak sekadar sebagai objek kebijakan.

Jalan keluar dari kondisi stateless society di Indonesia di atas bukan sekadar soal menggugat negara, melainkan juga soal memperkuat masyarakat dan membangun keseimbangan baru antara rakyat, negara, dan organisasi sosial. 

Negara harus kembali pada akar kontrak sosial yang hadir untuk melindungi, bukan menindas. Menopang, bukan menumpang. Sementara itu, masyarakat harus memperkuat solidaritas, kemandirian, dan kesadaran kritis.

Dengan demikian, yang lahir bukan masyarakat tanpa negara, melainkan masyarakat berdaulat yang mampu menuntut, mengawal, sekaligus membangun bersama negara demi masa depan yang adil dan bermartabat. 

Hiduplah Indonesia Raya! (*)

*) Bahrus Surur-Iyunk adalah anggota LPCR-PM PW Muhammadiyah Jawa Timur, penggiat Literasi Sahabat Pena Kita (SPK), dan ketua Lembaga Kajian islam dan Madura (LKiM).

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: