Fenomena Cuaca Ekstrem: BMKG Ungkap Penyebab Panas Terik di Sejumlah Wilayah Indonesia

BMKG memperingatkan masyarakat untuk mewaspadai cuaca panas ekstrem dengan suhu mencapai 37,6°C serta potensi hujan lebat.--Harian Disway
HARIAN DISWAY - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan fenomena suhu panas yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.
BMKG mencatat suhu maksimum mencapai 37,6°C dalam beberapa hari terakhir di sejumlah daerah.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan bahwa penyebab utama suhu tinggi ini adalah gerak semu matahari dan pengaruh Monsun Australia.
Pada bulan Oktober, posisi matahari berada di selatan ekuator, sehingga wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan menerima penyinaran matahari yang lebih intens.
BACA JUGA:Cuaca Panas Menyengat di Jawa-Bali Disebabkan Hal Ini
“Posisi ini membuat wilayah Indonesia seperti Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua menerima penyinaran matahari yang lebih kuat sehingga cuaca terasa lebih panas,” ujar Guswanto di Jakarta.
Ia menambahkan, angin timuran yang berasal dari Benua Australia membawa massa udara kering dan hangat, menyebabkan pembentukan awan menjadi minim dan radiasi matahari langsung mencapai permukaan bumi. Kondisi ini membuat cuaca terasa terik di siang hari.
Direktur Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani mengungkapkan, hasil pengamatan menunjukkan suhu maksimum di atas 35°C tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia, terutama di Nusa Tenggara, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Data BMKG mencatat suhu tertinggi mencapai 37,6°C di Majalengka (Jawa Barat) dan Boven Digoel (Papua) pada 14 Oktober 2025. “Konsistensi tingginya suhu maksimum di banyak wilayah menunjukkan kondisi cuaca panas yang persisten, didukung oleh dominasi massa udara kering dan minimnya tutupan awan,” jelas Andri.
BACA JUGA:Gempa M5,0 Guncang Sumenep dan Sapudi, BMKG Pastikan Tak Berpotensi Tsunami
Meski demikian, BMKG menegaskan bahwa fenomena suhu tinggi ini bukan merupakan gelombang panas (heatwave), melainkan cuaca musiman yang umum terjadi saat transisi menuju musim hujan.
Kondisi ini diprakirakan masih akan berlangsung hingga akhir Oktober atau awal November 2025, bergantung pada waktu mulai masuknya musim hujan di masing-masing daerah.
Di sisi lain, BMKG juga mencatat potensi hujan lokal akibat aktivitas konvektif masih dapat terjadi pada sore hingga malam hari di beberapa wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Papua.
BMKG menyarankan masyarakat untuk mencukupi kebutuhan cairan, menghindari paparan sinar matahari langsung dalam waktu lama, dan mewaspadai perubahan cuaca mendadak seperti hujan deras disertai petir dan angin kencang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: