Hari Santri Nasional, Kilas Balik dari Resolusi Jihad Menuju Resolusi Peradaban Dunia

Hari Santri Nasional, Kilas Balik dari Resolusi Jihad Menuju Resolusi Peradaban Dunia

Menteri Agama Nasaruddin Umar.--Kementerian Agama Republik Indonesia

“Tapi kini, kita lebih percaya notifikasi daripada ilham, lebih tunduk kepada notifikasi trending daripada panggilan langit subuh. Wahyu dibuka hanya saat ṣubāt, sementara algoritma kita refresh setiap lima menit,” salah satu bunyi penggalan puisi tersebut.

Menurutnya, fenomena tersebut adalah bentuk penjajahan baru, yaitu penjajahan budaya dan algoritma. Yang di mana dunia modern perlahan mengikis nilai-nilai lokal, mengganti kebijaksanaan dengan popularitas, dan kearifan dengan kecepatan.

BACA JUGA:Wamenag Optimistis Izin Pembentukan Ditjen Pesantren Terbit Sebelum Hari Santri

Dengan demikian, santri perlu melahirkan Resolusi Peradaban, sebagai bentuk gerakan moral untuk menebarkan nilai-nilai pesantren, seperti kesederhanaan, rendah hati, dan toleransi di tengah dunia yang makin individualistis dan digital.

Dalam Apel Hari Santri 2024, Nasaruddin juga menegaskan bahwa santri harus menguasai sains dan teknologi, serta berani berinovasi. Hal tersebut bertujuan agar santri dapat menjadi generasi yang berdaya saing global.

Ia juga berharap agar santri dapat menjadi generasi yang berilmu, berakhlak, serta kompetitif secara global. Tentunya tanpa meninggalkan jati diri keislaman serta nilai pesantren mereka.

BACA JUGA:Ithlaq Hari Santri Nasional 2025, Gubernur Khofifah Ajak Santri dan Masyarakat Kobarkan Spirit Jihad Kebangsaan

Pesantren dan Moderasi Beragama

Nilai Moderasi Beragama telah lama menjadi ciri khas pesantren. Prinsip tersebut mengajarkan tentang keseimbangan antara menjalankan ajaran agama sendiri (ekslusif) dan menghormati keyakinan orang lain (inklusif). Sebagaimana dalam Buku Moderasi Beragama (Kemeterian Agama, 2019).

Di pesantren, perbedaan pandangan dan latar belakang bukanlah sebuah ancaman, melainkan dianggap sebagai sarana belajar. Nilai-nilai utama pesantren, seperti tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan i’tidal (adil), membentuk karakter santri yang terbuka, adil, dan bijaksana.

BACA JUGA:Menag Buka Hari Santri 2025 di Tebuireng, Umumkan Rencana Eselon I Khusus Pesantren

Nilai-nilai tersebut tidak hanya diajarkan, tetapi benar-benar dipraktikkan oleh para santri dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan pesantren.

Sebelum konsep Moderasi Beragama ditetapkan sebagai kebijakan nasional, pesantren telah lebih dulu menerapkannya dalam kehidupan sosial dan spiritual sehari-hari. Dalam berbagai kitab klasik yang diajarkan di pesantren, seperti Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali dan Ta’lim al-Muta’allim karya Al-Zarnuji, 

Dengan adanya kitab klasik tersebut, santri diajarkan untuk menjaga keseimbangan antara ibadah dan akhlak, antara memahami teks agama dan menerapkannya dalam konteks kehidupan, serta antara keimanan dan kemanusiaan.

BACA JUGA:Buka Hari Santri 2025, Menag Ungkap Rencana Eselon I Khusus Urus Pesantren

Dengan tradisi keilmuannya yang kuat, santri terbiasa berpikir berdasarkan ajaran syariat, namun tetap terbuka terhadap perubahan dan realitas sosial di sekitarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: