Nobel Ekonomi 2025: Resonansi Gagasannya untuk RI

ILUSTRASI Nobel Ekonomi 2025: Resonansi Gagasannya untuk Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Dalam laporan lain yang bertajuk Chief Economists’ Outlook, WEF juga menyatakan bahwa 82 persen para ekonom memprediksi bahwa fragmentasi geoekonomi ke dalam kaukus-kaukus ekonomi yang bersifat protektif akan makin meningkat tajam dalam 12 bulan ke depan.
Amat layak jika Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia menilai karya para ekonom itu berkontribusi besar dalam memahami pertumbuhan ekonomi jangka panjang, khususnya melalui kemajuan teknologi dan proses creative destruction.
Pemikiran ketiga ekonom itu telah menyingkap betapa pentingnya aspek kewaspadaan dan upaya untuk mengantisipasi bahkan mengatasi ancaman terhadap kelangsungan pertumbuhan ekonomi.
PESAN TERSIRAT UNTUK INDONESIA
Ekonomi yang bertumbuh dengan signifikan akan terlihat pada peningkatan pendapatan per kapita, penambahan lapangan kerja, meningkatnya cadangan devisa, kokohnya keuangan pemerintah yang ditopang basis fiskal yang tangguh dan moneter yang stabil, serta meningkatnya daya saing negara.
Sejumlah faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 menjadi bahan pertimbangan dari berbagai aspek krusial yang akan membentuk lanskap ekonomi Indonesia di tahun 2025, yang juga merupakan kunci strategis menuju resiliensi ekonomi pada 2026, dan ke depan begitu seterusnya.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang optimistis perlu diimbangi dengan pemahaman mendalam terhadap faktor-faktor pendorong, baik internal maupun eksternal.
Dari peran investasi dan infrastruktur hingga kualitas sumber daya manusia dan kebijakan pemerintah, pemahaman itu akan mengungkap faktor keberhasilan mencapai target pertumbuhan ekonomi yang dipatok.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 bergantung pada sinergi berbagai faktor. Investasi, baik domestik maupun asing, akan menjadi penggerak utama, didukung oleh pembangunan infrastruktur yang memadai.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan inovasi teknologi juga berperan vital. Begitu pula dengan kontribusi sektor unggulan dan kebijakan pemerintah yang tepat sasaran.
Pada fase peningkatan inovasi teknologi yang menopang program hilirisasi, program prioritas yang menjadi visi Presiden Prabowo Subianto menuju pertumbuhan ekonomi 8 persen, substansi pemikiran Joel Mokyr cukup relevan untuk menjadi bahan pertimbangan.
Pertama, pentingnya aspek pemanfaatan teknologi dalam menopang program hilirisasi, yang secara substitusi, diharapkan mampu mengubah strategi pertumbuhan ekonomi berbasis ekonomi ekstraktif ke arah ekonomi inovatif.
Indonesia patut mengambil dan mencerna pengalaman sejarah pahit di masa lalu pasca-era commodity boom pada 1970-an hingga 1980-an. Ketergantungan terhadap ekspor bahan mentah (sektor ekstraktif) mendorong ekspor besar-besaran saat harga sedang tinggi.
Padahal, harga komoditas selalu rentan berfluktuasi mengikuti harga pasar global. Ketika harga komoditas jatuh, Indonesia terkena imbas dan kembali mengandalkan sektor konsumsi rumah tangga untuk menopang perekonomian.
Kedua, di tengah ketidakpastian ekonomi global dan kian protektifnya pasar ekspor akibat perang dagang AS versus Tiongkok, tuntutan untuk melakukan diversifikasi pasar ekspor menjadi hal yang tak terelakkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: