Nobel Ekonomi 2025: Resonansi Gagasannya untuk RI

ILUSTRASI Nobel Ekonomi 2025: Resonansi Gagasannya untuk Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
PADA kurun dua abad terakhir untuk kali pertama dalam sejarah, dunia telah menyaksikan dinamika pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Rekam jejak pencapaian pertumbuhan ekonomi itu telah berhasil mengentaskan angka kemiskinan dan menjadi fondasi bagi peningkatan kemakmuran masyarakat global.
Demikian intisari pemikiran tiga ekonom yang telah berhasil menyabet penghargaan yang sangat bergengsi dan menjadi dambaan setiap akademisi dunia, yakni Nobel Bidang Ilmu Ekonomi yang langsung diumumkan Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia pekan ini di Stocklom, Swedia.
Penerima hadiah Nobel tahun 2025 dalam bidang ilmu ekonomi tersebut adalah Joel Mokyr, seorang profesor ekonomi kelahiran Belanda yang mengabdikan ilmunya di Northwetern University, Amerika Serikat.
Kemudian, Philippe Aghion, profesor ekonomi kenamaan yang mengajar di College de France dan INSEAD, Paris, dan di London School of Economics and Political Science (LSE), Inggris.
Terakhir, Peter Howitt, seorang profesor ekonomi yang mengajar di Brown University, Providence, Amerika Serikat.
Menurut laman resmi The Royal Swedish Academy of Science, penganugerahan hadiah Nobel pada awalnya dikhususkan untuk ilmu-ilmu eksakta seperti ilmu fisika, kimia, dan kedokteran. Lantas, pada perkembangan selanjutnya merambah pada bidang sastra, perintis gerakan perdamaian dunia, dan ilmu ekonomi.
Hadiah Nobel Ekonomi kali pertama diberikan tahun 1969, penghargaan perdana jatuh kepada seorang ekonom Norwegia, Ragnar Frisch, dan Jan Tinbergen dari Belanda atas kontribusi keduanya dalam pengembangan model ekonomi dinamis.
Uniknya, saudara Tinbergen, Nikolaas, juga menjadi penerima Nobel Bidang Ilmu Kedokteran pada 1973. Di antara sejumlah nama populer pemenang Nobel Ekonomi, ada yang sangat dikenal publik dunia.
Misalnya, mantan Chairman Federal Reserve AS Ben Bernanke, Paul Krugman, dan Milton Friedman.
Pada 2024, penghargaan Nobel Ekonomi diberikan kepada tiga akademisi asal Amerika Serikat (AS), yakni Simon Johnson, James Robinson, dan Daron Acemoglu, atas jerih payah hasil riset mereka yang menelusuri hubungan antara kolonisasi, pembangunan institusi publik, dan penyebab kemiskinan struktural di berbagai negara.
Hasil pemikiran ketiganya telah dituangkan ke dalam karya yang berjudul Why Nations Fail: The Origin of Power, Prosperity, and Poverty.
Penghargaan bergengsi bidang ilmu ekonomi yang secara resmi bernama Sveriges Riksbank Prize in Economic Sciences in Memory of Alfred Nobel itu merupakan penghargaan terakhir yang diumumkan tahun ini setelah bidang ilmu kimia, fisika, kedokteran, sastra, dan perdamaian yang telah diumumkan pekan lalu, dengan nilai hadiah sebesar 11 juta krona Swedia atau setara Rp19,16 miliar.
Berdasar penilaian tim yang terdiri atas beberapa panel yang melibatkan sejumlah profesor ekonomi papan atas dunia, tiga ekonom pemenang Nobel Ekonomi 2025 telah dianggap berjasa dalam memetakan jalannya proses pergerakan ekonomi dan dinamika pertumbuhan ekonomi berkelanjutan tidak bisa dianggap sebagai sesuatu hal yang pasti.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, stagnasi ekonomi justru menjadi keadaan normal. Sesuatu yang selama ini dianggap sebuah anomali dengan asumsi ilmu ekonomi, yakni ceteris paribus (hal-hal lain yang dianggap konstan).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: