Hari Santri 2025: Antara Kemuliaan Pesantren dan Jerat Framing Negatif Media

Hari Santri 2025: Antara Kemuliaan Pesantren dan Jerat Framing Negatif Media

Ilustrasi santri.-Muh Makhlad/Unsplash-

Di tangan santri yang berilmu dan terbuka, prinsip tabayyun bukan hanya ajaran tekstual, melainkan praktik komunikasi etis yang menjaga martabat umat dan negara.

Menjadi Santri di Era Digital

Hari Santri 2025 bukan sekadar perayaan, tetapi refleksi atas tantangan zaman. Santri kini tidak hanya berjihad di bilik-bilik pesantren, tetapi juga di ruang digital melawan hoaks, menjaga marwah pesantren, dan menyebarkan nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Kasus Xpose Uncensored harus menjadi pelajaran bahwa media tanpa tabayyun dapat menjadi pisau bermata dua. Namun, jika dikelola dengan ilmu dan adab, media bisa menjadi sarana dakwah yang berdaya ubah positif.

Di momen Hari Santri ini, mari kita perkuat tekad bersama untuk menjadi santri yang menjunjung tinggi sikap tabayyun, mampu berkomunikasi dengan baik, dan berperilaku santun di ruang digital. Sebab, di tangan para santri yang berilmu dan berakhlak, masa depan komunikasi bangsa akan senantiasa terjaga.

 

*) Nama Pena dari Ahmadi, Alumni Pondok Pesantren Mathali'ul Anwar Pangarangan Sumenep dan Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dr. Soetomo Surabaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: