Menakar Efektivitas Penurunan PPN 11 Persen untuk Meningkatkan Konsumsi Rumah Tangga

Menakar Efektivitas Penurunan PPN 11 Persen untuk Meningkatkan Konsumsi Rumah Tangga

ILUSTRASI Menakar Efektivitas Penurunan PPN 11 Persen untuk Meningkatkan Konsumsi Rumah Tangga.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Selain itu, keterbatasan penerimaan fiskal juga menjadi pertimbangan penting. PPN merupakan salah satu sumber penerimaan utama pemerintah. 

BACA JUGA:Prabowo Disambut Antusias Masyarakat setelah Umumkan PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah

BACA JUGA:Prabowo: PPN 12 Persen Hanya Berlaku untuk Barang Mewah, Bahan Pokok Tetap Bebas Pajak!

Penurunan tarif secara menyeluruh dapat langsung menurunkan penerimaan negara sehingga membatasi kemampuan pemerintah membiayai program-program prioritas, termasuk subsidi, bantuan sosial, dan proyek infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi. 

Jika penerimaan berkurang tanpa pengaturan yang tepat, defisit anggaran bisa meningkat, kepercayaan investor menurun, dan beban utang negara bertambah. Efektivitas kebijakan juga sangat bergantung pada pemilihan sektor yang tepat. 

PPN sebaiknya diturunkan pada sektor konsumsi yang langsung dirasakan masyarakat seperti bahan pangan pokok (beras, telur, minyak goreng), bukan pada barang-barang mewah atau elektronik yang konsumsi masyarakat menengah ke bawah relatif kecil. 

Barang yang diproduksi perusahaan manufaktur besar, misalnya, minyak goreng, lebih mudah merasakan dampak positif dari penurunan PPN jika dibandingkan dengan produk olahan yang beragam dan terfragmentasi. 

Selain itu, teori pajak optimum mengajarkan bahwa terdapat titik optimal di mana tarif pajak memberikan penerimaan maksimal tanpa menurunkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. 

Dalam konteks PPN, titik optimum saat ini diperkirakan berada di level 11 persen. Menurunkan PPN terlalu drastis bisa mengurangi penerimaan tanpa meningkatkan konsumsi secara signifikan, sementara menaikkan PPN di atas titik optimum berpotensi menurunkan kesejahteraan masyarakat. 

Maka itu, penurunan PPN harus dirancang secara selektif, mempertimbangkan keseimbangan antara konsumsi dan stabilitas fiskal. Kebijakan itu bersifat jangka panjang sehingga efeknya pada konsumsi dan pertumbuhan ekonomi memerlukan waktu. 

Sebaliknya, dampak negatif pada penerimaan negara terjadi secara instan. Jika diterapkan hanya untuk jangka pendek, pelaku pasar akan menunggu sehingga harga tidak menurun secara signifikan dan masyarakat tidak merasakan manfaatnya. 

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah transparansi dan persepsi masyarakat. Kurangnya transparansi dapat memengaruhi efektivitas kebijakan karena masyarakat tidak selalu menyadari perubahan tarif PPN jika produsen tidak menurunkan harga secara jelas. 

Akibatnya, konsumsi masyarakat tidak meningkat meski secara teknis PPN telah diturunkan.

USULAN KEBIJAKAN

Penurunan PPN sebaiknya bersifat permanen dengan dasar hukum yang jelas, misalnya, melalui perubahan undang-undang. Dengan demikian, produsen dan konsumen dapat menyesuaikan diri, menghilangkan ketidakpastian, dan mengurangi efek wait and see

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: