Refleksi Hari Sumpah Pemuda 2025: Dua Wajah di Lini Masa, Potret Generasi Gelisah
ILUSTRASI Refleksi Hari Sumpah Pemuda 2025: Dua Wajah di Lini Masa, Potret Generasi Gelisah.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Pemuda Indonesia hidup dalam sebuah ruang budaya yang cair, sebuah produk dari apa yang oleh para ahli disebut sebagai glokalisasi. Mereka setiap hari menegosiasikan identitasnya di antara norma-norma budaya lokal yang komunal dan nilai-nilai global yang individualistis.
BACA JUGA:5 Tokoh Sumpah Pemuda yang Bikin Generasi Indonesia Bersatu
BACA JUGA:5 Buku yang Membangkitkan Nasionalisme dan Perjuangan Anak Muda, Sambut Sumpah Pemuda
Fenomena Gemini adalah cermin sempurna dari tegangan itu. Di satu sisi, ada upaya untuk tetap berada dalam koridor ekspektasi sosial. Di sisi lain, ada hasrat untuk mengekspresikan diri secara autentik.
Dalam konteks ini, tren tersebut berfungsi sebagai sebuah ritual modern. Proses memilih foto, menyandingkannya, dan mengunggahnya adalah sebuah ritus penegasan diri di hadapan ”suku” digitalnya.
Bagi kelompok yang ekspresinya sering dibatasi oleh norma, seperti perempuan, ritual itu memiliki makna politis. Ia menjadi bentuk agensi –kemampuan untuk bertindak dan membentuk narasi sendiri. Tanpa perlu melakukan konfrontasi terbuka, mereka secara simbolis memperluas batasan identitas gender yang kaku.
BACA JUGA:Menyalakan Semangat Sumpah Pemuda lewat Film Perjuangan Anak Bangsa
BACA JUGA:Benang Merah Sumpah Pemuda dari Kongres 1928 ke Masa Kini
Foto yang menampilkan sisi ”sopan” dan sisi ”berani” secara bersamaan adalah sebuah pernyataan visual yang kuat: ”Saya utuh dengan segala kompleksitas saya”.
Simbolisme zodiak Gemini itu sendiri menjadi jangkar naratif yang kuat. Citranya sebagai sosok ”berwajah dua” dan dinamis menyediakan sebuah kerangka budaya populer yang siap pakai, memungkinkan jutaan individu dengan latar belakang berbeda untuk berpartisipasi dalam sebuah percakapan visual kolektif tentang dualitas.
Itu adalah contoh bagaimana simbol global diadopsi dan diberi makna baru dalam konteks lokal.
BACA JUGA:Sumpah Pemuda 2025: Semangat Baru Generasi Z untuk Indonesia
BACA JUGA:5 Cara Gen Z Bikin Hari Sumpah Pemuda Jadi Lebih Seru
PERFORMATIVITAS DAN KOMODIFIKASI DIRI
Judith Butler, filsuf, berargumen bahwa identitas adalah sesuatu yang kita ”lakukan” secara berulang, bukan sesuatu yang kita ”miliki”. Media sosial adalah arena utama bagi performativitas identitas itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: