Pendidikan Karakter, Krisis Adab, dan Cermin Kasus SMA 1 Cimarga
ILUSTRASI Pendidikan Karakter, Krisis Adab, dan Cermin Kasus SMA 1 Cimarga.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
KASUS yang mencuat di SMA Negeri 1 Cimarga, tentang pemecatan kepala sekolah karena dinamika politik praktis di tingkat lokal, adalah cermin buram dari wajah pendidikan kita hari ini.
Pendidikan, yang sejatinya menjadi ruang suci bagi pembentukan manusia berkarakter, kini justru menjadi arena tarik-menarik kepentingan kekuasaan.
Dalam ruang kelas yang semestinya menumbuhkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keberanian moral, kini menyelinap aroma intrik dan kalkulasi kekuasaan yang dingin.
BACA JUGA:Darurat Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kebahagiaan Gen Z
BACA JUGA:Isu UKT hingga Pendidikan Karakter: Catatan untuk Mendiktisaintek
Kasus itu bukan sekadar soal administrasi atau jabatan, melainkan juga soal nilai –tentang bagaimana bangsa ini mulai kehilangan arah dalam mendidik jiwa dan budi.
Bung Karno, bapak bangsa, sejak awal telah meletakkan fondasi nation and character building sebagai jantung dari revolusi Indonesia. Dalam setiap pidato, beliau menegaskan bahwa membangun Indonesia bukan hanya soal infrastruktur atau ekonomi, melainkan terutama tentang membangun manusia Indonesia yang berkarakter.
”Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya.” Demikian bunyi amanat itu. Sebab, hanya bangsa yang berjiwa besar dan berkarakter kuat yang mampu berdiri tegak di antara bangsa-bangsa.
BACA JUGA:PKKMB 2025 di Untag Surabaya Ajarkan Nasionalisme dan Pendidikan Karakter Kepada Mahasiswa Baru
Pendidikan, bagi Bung Karno, bukan sekadar transfer ilmu, melainkan pula wahana pembentukan watak kebangsaan –tempat anak-anak bangsa ditempa untuk menjadi manusia merdeka, yang berpikir dengan akal sehat dan bertindak dengan hati nurani.
Namun, dalam praktiknya, pendidikan kita sering kali terjebak pada logika administratif dan politik praktis. Kepala sekolah yang berintegritas, yang seharusnya menjadi teladan karakter bagi murid-muridnya, dapat terguling hanya karena tidak sejalan dengan kepentingan penguasa lokal.
Di sanalah tampak kontras antara idealisme pendidikan dan realitas politik yang mencemari. Bung Karno pernah mengingatkan perbedaan mendasar antara politik dan politik praktis. Politik, katanya, adalah gabungan antara ide dan kekuasaan –sebuah usaha luhur untuk mewujudkan cita-cita bangsa melalui kekuasaan yang bermoral.
BACA JUGA:Menyiapkan Input Pendidikan Tinggi dengan Seleksi Andal dan Berkeadilan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: