SDM T-Shaped, Potret Talenta Masa Depan?

SDM T-Shaped, Potret Talenta Masa Depan?

ILUSTRASI SDM T-Shaped, Potret Talenta Masa Depan?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Vokasi Pencetak SDM Global

Jika terlalu terpaku pada keahlian tunggal, ibaratnya seseorang membawa peta lama ke kota yang sudah berubah –jalannya masih terlihat, tetapi tujuannya tak lagi sama.

Dalam buku Range: Why Generalists Triumph in a Specialized World (Epstein, 2019), disebutkan bahwa manusia modern menghadapi dilema: dunia menuntut spesialisasi, padahal kemajuan justru lahir dari keluasan pengalaman dan kemampuan berpikir lintas bidang. 

Kalimat itu seakan menjadi cermin bagi pendidikan kita yang masih terkotak-kotak dalam jurusan, padahal masa depan menuntut lintasan ilmu yang lebih cair dan terbuka.

BACA JUGA:Pendidikan Vokasi Adalah Jalan Utama untuk Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul

Rektor Universitas Islam Indonesia Fathul Wahid (2025), dalam pidato wisudanya, mengingatkan lulusan agar berani menjelajah lintas ilmu. Ia menegaskan bahwa masa depan bukan milik mereka yang tahu satu hal secara mendalam, melainkan milik mereka yang mampu menghubungkan berbagai pengetahuan menjadi solusi yang utuh. 

Pandangan itu selaras dengan arah kebijakan nasional dalam Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Nomor 39 dan 40 Tahun 2025, yang menegaskan pentingnya pendidikan tinggi yang adaptif, kolaboratif, dan berdampak nyata.

Perubahan tersebut tentu tidak bisa hanya dibebankan kepada perguruan tinggi. Dunia industri bahkan lebih cepat membaca arah masa depan dan memahami kebutuhan nyata di lapangan. 

Banyak perusahaan kini tidak lagi menjadikan ijazah atau IPK sebagai ukuran utama, melainkan menilai kemampuan yang benar-benar dapat diterapkan.

Sertifikat kompetensi, pengalaman proyek, dan keterampilan lintas bidang kini lebih dihargai daripada sekadar gelar akademik. 

Karena itu, tugas perguruan tinggi tidak lagi sekadar mencetak lulusan berijazah, tetapi juga menyiapkan manusia yang siap menunjukkan kemampuannya secara nyata –mereka yang sanggup belajar, beradaptasi, dan bekerja lintas batas keilmuan.

Namun, kecakapan teknis saja tidak cukup. Batang horizontal dari huruf T mencerminkan keluasan kemampuan, baik lintas disiplin maupun keterampilan lunak seperti empati, komunikasi, integritas, dan etika kerja. Di sanalah letak pembeda antara manusia dan mesin.

Kecerdasan buatan mungkin bisa memberikan jawaban cepat, tetapi tidak tahu rasanya menenangkan rekan kerja yang gelisah atau bersyukur setelah tugas selesai. 

Seorang kawan pernah bergurau, ”AI bisa menulis laporan, tapi hanya manusia yang masih sempat berterima kasih setelah rapat.” Gurauan itu ringan, tetapi mengingatkan bahwa kehangatan dan makna tidak pernah lahir dari algoritma.

Menjadi manusia berbentuk T tidak berarti harus mengetahui segala hal. Yang penting ialah memiliki akar yang kokoh dalam satu bidang, disertai ranting yang menjangkau ilmu lain yang sejalan dengan minat dan bakat kita. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: