Bupati Hybrid
ILUSTRASI Bupati Hybrid.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Di awal otoomi daerah, Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) pernah meniliti gaya kepemimpinan daerah berdasar latar belakangnya. Di awal pilkada langsung, latar belakang bupati dan wali kota berasal dari birokrat, pengusaha, dan politikus murni.
Pemimpin berlatar belakang birokrat cenderung stabil dan taat prosedur. Namun, mereka sering kali kurang berani keluar dari zona aman. Mereka kuat di administrasi, lemah di inovasi.
Pemimpin dari kalangan pengusaha biasanya tangkas dan pragmatis serta punya naluri efisiensi. Namun, mereka kerap terjebak pada logika keuntungan, bukan pembangunan publik.
Sedangkan politikus murni sering unggul dalam membangun jejaring kekuasaan. Hanya, banyak di antara mereka yang gagal mentransformasikan jaringan itu ke dalam karya nyata.
Di sinilah kebutuhan akan tipe baru kepala daerah muncul. Yakni, politikus kreatif sekaligus inovator sosial. Pemimpin daerah dengan empati, ide, dan kolaborasi. Bukan sekadar dengan kekuasaan administratif atau hitungan elektoral.
Kepemimpinan superkreatif yang ditunjukkan Sugiri Sancoko maupun Azwar Anas menunjukkan bahwa membangun daerah di era kini bukan hanya soal APBD. Melainkan juga soal imajinasi publik dan energi sosial.
Jika Azwar Anas adalah simbol keberhasilan tata kelola modern, Sugiri Sancoko adalah lambang kebangkitan identitas kultural daerah. Keduanya menandai babak baru kepemimpinan lokal Indonesia.
Saya yakin ke depan muncul banyak pemimpin daerah seperti mereka. Sebab, masa depan daerah tidak ditentukan seberapa besar anggarannya. Tapi, oleh seberapa berani pemimpinnya berimajinasi untuk bangsanya.
Terpenting: Indonesia terlalu besar untuk hanya dikelola dari Jakarta. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: