Genjot Penyerapan Anggaran di Akhir Tahun
ILUSTRASI Genjot Penyerapan Anggaran di Akhir Tahun.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Regulasi Baru Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Dampak Efisiensi Anggaran?
Itu sebenarnya sudah ada solusi. Proses pengadaan barang dan jasa sudah bisa dimulai sebelum masuk tahun anggaran. Agar pengadaan yang memerlukan waktu sudah bisa berjalan di awal tahun dan selesai jauh sebelum tutup tahun.
Karena itu, dana menganggur di bulan Oktober tidak bisa otomatis menunjukkan buruknya pengelolaan anggaran. Kualitas pengelolaan anggaran baru bisa dilihat yang sesungguhnya hingga akhir tahun. Itu pun harus dilihat lebih dulu, dana tidak terserap karena efisiensi ataukah karena memang buruknya pengelolaan anggaran.
Selain itu, tahun 2025 agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebab, sebagian besar kepala daerah baru mulai menjabat tahun ini dan masih menyesuaikan program Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2025 agar selaras dengan visi dan misi mereka.
BACA JUGA:Retret Kepala Daerah dan Paradoks Efisiensi Anggaran
BACA JUGA:Pemangkasan Anggaran: Efisiensi, Iklim Investasi, dan Pertumbuhan Ekonomi
Faktor lain adalah adanya kebijakan efisiensi fiskal dari pemerintah pusat tahun ini yang membuat daerah lebih berhati-hati dalam membelanjakan anggaran. Kebijakan itu turut berpengaruh terhadap serapan belanja daerah yang lebih lambat daripada biasanya.
Struktur pendapatan daerah memang menunjukkan ketergantungan terhadap dana perimbangan keuangan dari pemerintah pusat memang sangat besar. Sebagian besar pemerintah daerah memiliki pendapatan asli daerah (PAD) di bawah 50 persen dari APBD. Artinya, anggaran pemerintah daerah sangat bergantung pada dana perimbangan berupa DAU maupun DAK.
Studi Ariel Yanuar tentang struktur pendapatan daerah menunjukkan adanya flypaper effect. Dana DAU lebih besar daripada PAD. Studi tahun 2021 itu menunjukkan bahwa rata-rata PAD pemkab/pemkot di Jawa Timur hanya sekitar 16 persen dari DAU. Di luar Jawa, banyak yang PAD tidak mencapai 5 persen dari APBD, yang menunjukkan ketergantungan APBD terhadap dana perimbangan sangat besar.
BACA JUGA:Aspek Dilematis Pemangkasan Anggaran
Pemda juga lebih berhati-hati karena adanya banyak perubahan pendapatan setelah penerapan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD). Banyak perubahan jenis pajak daerah dan tarif yang mengakibatkan adanya perubahan rencana pendapatan pajak daerah.
Bagi provinsi, perubahan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama (BBN) dari pajak bagi hasil menjadi PKB dan pajak opsen bagi pemkab/pemkot berdampak besar. Provinsi Jatim, misalnya, memperkirakan adanya penurunan pendapatan hingga Rp 4,5 triliun.
Begitu juga bagi pemkab/pemkot, perubahan tarif pajak parkir dari 25 persen menjadi 10 persen juga berdampak pada penurunan pendapatan pajak parkir yang signifikan.
DORONG EKONOMI
Belanja pemerintah daerah menjadi sangat penting bagi perekonomian daerah. Sebab, itulah pendorong perekonomian yang bisa dipastikan dan bisa dikontrol pemerintah. Lainnya, yakni konsumsi masyarakat, investasi, dan ekspor, tidak bisa dikontrol pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: