Menelisik Lokalisasi Surabaya yang Menggeliat Lagi, Media Sosial Sarang Prostitusi
Ilustrasi foto tampilan aplikasi prostitusi online-Boy Slamet-
Di MiChat, Hesti kerap menemui pelanggan ’’bocil.’’ Masih SMA, bahkan SMP. “Ada juga cewek kelas 4 SD. Ikut BO. Pelangganku pernah cerita. Anak ini katanya penasaran karena suka lihat bapaknya,” beber Hesti.
Selain lewat MiChat, pelanggan juga bisa mengontak lewat WhatsApp. Tapi, ini khusus untuk yang benar-benar langganan. Hesti sudah punya belasan pelanggan. Ada yang sebulan sekali datang. Ada juga yang seminggu sekali. Tinggal telepon, tanya ready atau tidak, lalu main. Simpel.
Di MiChat memang masih sangat banyak transaksi seksual. Dan harus sangat selektif. Rawan penipuan. “Aku selalu minta cash on delivery (COD), sih. Kalau lihat foto aja, aku enggak percaya. Banyak bohongnya. Kalau enggak pintar bisa ketipu,” beber Imam (bukan nama asli), pengguna MiChat.
BACA JUGA:Polres Situbondo Ungkap Prostitusi Via MiChat

Seorang warga sedang membuka aplikasi prostitusi online-Boy Slamet-Harian Disway
Imam bercerita bahwa ia pernah ditipu. Kerugiannya hampir Rp3 juta. Awalnya disuruh bayar DP, tapi berujung ancaman penyebarluasan bukti chat. ’’Sempat takut, karena aku pakai nomor WhatsApp sehari-hari. Akhirnya, ya mau enggak mau harus ganti nomor,” jelasnya.
Jika, pemerintah hanya melihat prostitusi sebagai masalah moral, maka solusinya akan selalu represif. Tangkap, razia, penjara. Tapi, jika itu dilihat sebagai masalah sosial, maka solusinya harus lebih dalam. Harus ada gerakan masif, terutama di media sosial.
Zaman sudah berubah. Saat ini prostitusi tidak lagi butuh tempat. Hanya butuh koneksi internet.
Di Surabaya, akses internet semakin murah dan smartphone semakin canggih. Risiko penggunaan jasa open BO pun semakin meningkat. Yang paling tragis, pemerintah seperti terengah-engah mengejar prostitusi dunia maya yang terus bergerak. (Agustinus Fransisco)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: