Cara Tersangka Pembunuh di Cisarua Tutupi Jejak: Kirim WA Info Palsu

Cara Tersangka Pembunuh di Cisarua Tutupi Jejak: Kirim WA Info Palsu

ILUSTRASI Cara Tersangka Pembunuh di Cisarua Tutupi Jejak: Kirim WA Info Palsu.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

“Aku juga baru denger sekarang."

“Iya. Gak ada yg tau kalau dia jatuh."

"Kemaren aku masih ke rumahnya, beli putu kue mayang sama temen."

Padahal, chat tersebut pada Jumat siang (21 November 2025), jenazah Nining belum ada yang tahu (kecuali pelaku). Jenazah masih tergeletak di dalam rumah. 

Dari situ Nurul berusaha membikin kesan ke teman, bahwa Nurul perhatian ke korban. Atau, mungkin juga Nurul sedang "cek ombak" untuk mengetahui, apakah jenazah sudah diketahui orang? 

Tapi, chat tersebut justru membikin si teman sangat curiga pada Nurul, setelah si teman tahu bahwa jenazah Nining baru ditemukan warga Jumat sore. Teman ini juga dimintai keterangan polisi sebagai saksi, sebelum Nurul ditangkap Sabtu dini hari, 22 November 2025.

Hal itu menggambarkan "perjuangan" pelaku untuk menutupi jejak pembunuhan. Yang justru upayanyi menjebak dirinyi sendiri.

Hasil riset 10 ilmuwan Malaysia, berjudul The Psychology of Murder Concealment Acts, dipublikasi di National Center for Biotechnology Information, mengungkap upaya pembunuh menyembunyikan jejak.

Disebutkan, umumnya pembunuh berusaha menghilangkan mayat korban demi menghapus jejak kejahatan. Bisa dikubur, atau dibuang ke perairan agar cepat rusak, atau dimutilasi lalu dibuang, bisa juga dimusnahkan dengan dibakar. Banyak cara. 

Namun ada juga pelaku yang membiarkan jenazah korban di suatu tempat, tapi pelaku membikin alibi untuk mengocoh penyidikan polisi. 

Ada juga pelaku yang membikin alibi tidak ditujukan langsung kepada penyidik polisi, melainkan kepada teman atau masyarakat. Dengan harapan, teman yang diberi informasi (alibi) oleh pelaku akan dimintai keterangan oleh polisi. 

Tim peneliti melakukan riset pustaka, juga mewawancarai 71 pembunuh yang sudah dipenjara di 11 penjara di Malaysia. 

Hasilnya 21,1 persen dari partisipan menyembunyikan mayat. Caranya, 12,7 persen di antaranya dibuang, sisanya dibakar postmortem.

Diamati bahwa partisipan yang tidak menyembunyikan korbannya punya skor kemarahan yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang menyembunyikan korbannya. Itu konsisten dengan fakta bahwa perilaku agresif dan tindak kekerasan berkaitan dengan kemarahan yang tidak terkendali.

Di kasus Cisarua, mayat dibiarkan berada di TKP pembunuhan. Jika dikaitkan dengan hasil riset tersebut, berarti tingkat kemarahan pelaku sangat tinggi. Pelaku ditagih uang yang dititipkan korban kepadanyi. Dan pelaku tidak bisa mengembalikan uangnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: