Penguatan Supremasi Sipil: Reformasi Polri Menguat, TNI Perlu Dikaji Ulang

Penguatan Supremasi Sipil: Reformasi Polri Menguat, TNI Perlu Dikaji Ulang

ILUSTRASI Penguatan Supremasi Sipil: Reformasi Polri Menguat, TNI Perlu Dikaji Ulang.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Kultur TNI yang kuat dan disiplin adalah aset pertahanan negara, tetapi ketika dibawa ke ruang birokrasi sipil, ketegangan nilai bisa muncul: birokrasi sipil mengutamakan akuntabilitas terbuka, proses deliberatif, dan partisipasi publik, sedangkan militer dibangun di atas kecepatan instruksi dan kesatuan komando. 

Keduanya sama-sama penting, tetapi memiliki habitat berbeda. Jika garis batas itu dibiarkan cair, negara justru berisiko kehilangan keunggulan dua-duanya: birokrasi tidak menjadi lebih profesional, sementara fokus modernisasi pertahanan ikut terdistraksi oleh pekerjaan sipil yang bukan mandat utamanya.

SUPREMASI SIPIL SEBAGAI INTI DEMOKRASI MODERN

Keterlibatan aparat keamanan dalam jabatan sipil sering kali muncul sebagai solusi instan ketika birokrasi dianggap lambat atau tidak efektif. Namun, jika akar masalahnya adalah lemahnya meritokrasi ASN, solusinya adalah memperbaiki birokrasi, bukan mengganti pelaksananya. 

Polisionalisasi atau militerisasi birokrasi tidak hanya salah arah, tetapi juga menggeser inti demokrasi. Yaitu, kewenangan negara sipil dipegang sipil, aparat keamanan menjalankan fungsi keamanan. 

Supremasi sipil bukan slogan, melainkan mekanisme menjaga keseimbangan kekuasaan negara agar tidak terpusat pada aktor bersenjata.

Polri akan lebih dipercaya publik ketika fokus pada tugas inti serta tidak terlalu jauh merambah sektor administrasi sipil. TNI akan makin dihormati ketika profesionalisme pertahanannya terjaga tanpa tergoda memasuki ruang yang bukan mandatnya. 

Keduanya hanya dapat berkembang optimal ketika batasnya jelas, tegak, dan diawasi publik.

Kini, ketika sorotan publik banyak tertuju kepada Polri, kita punya kesempatan memperluas percakapan. Tidak untuk menyamakan keduanya karena mandat Polri dan TNI berbeda, tetapi untuk konsisten memegang prinsip dasar yang walaupun sederhana tetapi menentukan. 

Jabatan sipil adalah ranah sipil, dan dalam negara demokrasi, supremasi sipil adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh siapa pun. 

Maka, pertanyaan kritisnya: apakah kita sebagai bangsa benar-benar siap menjaga garis sipil-militer sesuai cita-cita reformasi atau kita secara perlahan melonggarkannya demi kemudahan jangka pendek? (*)

*) Andhika Wijaya adalah pengamat kebijakan publik dan demokrasi, Manifesto Ideas Institute.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: