Abadikan Perjuangan Perempuan untuk Terus Selaras dengan Alam dalam Senjata Kami adalah Upacara Adat

Abadikan Perjuangan Perempuan untuk Terus Selaras dengan Alam dalam Senjata Kami adalah Upacara Adat

Buku Senjata Kami adalah Upacara Adat, ceritakan upaya perempuan adat menjaga alam. - insistpress - Instagram

Aleta buka suara karena pejabat setempat menyetujui kegiatan penebangan di pegunungan tersebut secara ilegal. Keputusan itu diambil sepihak tanpa berembuk dengan masyarakat desa.

Padahal, masyarakat desa bergantung kepada hutan tersebut untuk memperoleh makanan dan obat-obatan. Sementara, potensi kerusakan alam akibat pertambangan akan berdampak langsung pada masyarakat.

Ada pula Maria Loretha, penduduk Dusun Likotuden yang berusaha mempromosikan sorgum untuk dikonsumsi sebagai sumber pangan lokal. “Mama Loretha ingin memulihkan pangan. Kita tahu pangan di pulau-pulau kecil hancur karena program Revolusi Hijau pada masa lalu,” papar Mai.

BACA JUGA:Peluncuran Buku Seribu Gagasan Omah Ndhuwur, Hadirkan Perspektif Kritis tentang Kampung Bangunrejo

BACA JUGA:Rembugan Buku Ludruk UNESA, Lestarikan Budaya Jawa lewat Karya Sindhunata

Selanjutnya ada Jull Takaliuang. Dia adalah salah satu pelopor gerakan Save Sangihe Island (SSI) untuk menyelamatkan Pulau Sangihe dari ancaman tambang.

Sosok kelima adalah Gunarti yang menggerakkan komunitas untuk melawan rencana pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng.

Mengutip artikel ilmiah Ekofeminisme dalam Antroposen:Relevankah? oleh Ni Nyoman Oktaria Asmarani, ekofeminisme merupakan aliran yang ditandai dengan adanya hubungan kuat antara perempuan dan alam.

Prinsip ekofeminisme berpandangan bahwa alam dan bumi mempunyai sifat feminin. Alam dianggap sebagai sosok ibu, mengetahui segala yang terbaik untuk anaknya. Sehingga perempuan bisa dianggap sebagai Ibu Bumi. 

BACA JUGA:Sekda Gresik Buka Festival Literasi untuk Bangkitkan Minat Baca, Kejar Target 4 Buku Dibaca 1 Orang

BACA JUGA:Peluncuran Buku Ramadan Tak Terlupakan: Talk Show Plagiarisme dari Perspektif Hukum HKI dan Pidana

“Buku ini menjadi refleksi pembelajaran yang berkaitan dengan bagaimana melihat hubungan kita dengan alam. Dari mereka, kita belajar bahwa leluhur juga menjadi bagian yang tidak ternilai. Buku ini tak hanya menggambarkan ekofeminisme, tetapi juga tentang perawatan dan pengetahuan alam,” ucap Mai. 

Mai menambahkan bahwa kisah-kisah yang diabadikan dalam Senjata Kami adalah Upacara Adat juga akan mengingatkan pembaca pada sifat manusia yang egois.

Manusia sering kali lebih berfokus pada kegiatan ekonomi yang eksploitatif, tanpa mempertimbangkan dampaknya yang merusak alam.

Peristiwa itu pun bisa diamati dari bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh pada November lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: