Tambang Emas PTAR Dituding Picu Banjir Bandang di Sumut
Tambang emas PT Agincourt Resources di Desa Garoga, Tapanuli Selatan.-Dok. PT AR-
“Temuan kami menunjukkan bahwa mengaitkan langsung operasional Tambang Emas Martabe dengan kejadian banjir bandang di Desa Garoga merupakan kesimpulan yang prematur dan tidak tepat,” tulis perusahaan.
Pernyataan tersebut dikeluarkan guna merespons pemberitaan di sejumlah media yang menyebut aktivitas tambang emas menjadi salah satu pemicu utama bencana banjir bandang di Sumatera.
Namun, menurut PTAR, hasil observasi di lokasi menunjukkan gambaran yang lebih rumit dari asumsi publik.
BACA JUGA:Profil Toba Pulp Lestari, Perusahaan Kertas yang Dituding Pemicu Banjir Bandang Sumatra
BACA JUGA:Ramai Desakan Status Bencana Nasional untuk Banjir Sumatra, Begini Syarat dan Prosedur Lengkapnya!
PTAR dalam rilis resminya menjelaskan, faktor cuaca menjadi pemicu utama bencana. Siklon Tropis Senyar disebut menggerakkan hujan berintensitas tinggi di Tapanuli Selatan.
Curah hujan tersebut bahkan tercatat sebagai salah satu yang paling ekstrem dalam 5 dekade terakhir. Hujan dengan volume tak lazim itu mengguyur seluruh wilayah Sumatra bagian utara, termasuk Hutan Batang Toru.
Daerah ini merupakan hulu bagi sejumlah sungai besar yang mengalir menuju Kecamatan Batang Toru, seperti Aek Garoga, Aek Pahu, dan Sungai Batang Toru.
Akibat tingginya curah hujan, beberapa titik sungai mengalami tekanan berat. Pada sub DAS Garoga, debit air meningkat drastis dan mulai menyeret material dari bagian hulu.
Awal Bencana Berpusat di Sub-DAS Garoga
Berdasarkan temuan lapangan, PTAR menegaskan pusat bencana berada di Desa Garoga, tepatnya di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Garoga.
Alur Sungai Garoga dilaporkan tidak mampu lagi menampung derasnya aliran air dan material yang terbawa dari hulu. Situasi makin memburuk karena aliran dipenuhi kayu gelondongan dalam skala yang besar.
Material tersebut kemudian tersangkut di 2 jembatan, yakni Jembatan Garoga I dan Jembatan Anggoli (Garoga II). Sumbatan masif itu menutup aliran sungai dan membentuk bendungan alami yang kemudian jebol.
BACA JUGA:UPDATE Banjir Sumatra: Akses Darat Dibuka Bertahap, Distribusi Bantuan Dipercepat ke Tamiang
BACA JUGA:Walhi: Jawa Barat Terancam Banjir Bandang dan Longsor dengan Skala seperti Sumatra
Menurut PTAR, titik kritis terjadi pada 25 November 2025 sekitar pukul 10 pagi. Ketika sumbatan gagal menahan tekanan air, alur sungai berubah arah secara tiba-tiba.
Dua anak Sungai Garoga bergabung dan membentuk jalur baru yang kemudian langsung menyapu bersih permukiman di Desa Garoga.
“Dan (kemudian) (banjirnya) menyebar ke beberapa desa tetangga seperti Huta Godang, Batu Horing, Sitinjak dan Aek Ngadol,” tambah manajemen dalam rilis resminya, Rabu, 3 November 2025.
PTAR turut menegaskan bahwa operasional tambang berada di wilayah yang berbeda dari lokasi awal pusat bencana. Tambang Emas Martabe sendiri beroperasi di sub-DAS Aek Pahu, bukan di sub-DAS Garoga.
"Aktivitas PTAR di DAS Aek Pahu tidak berhubungan langsung dengan bencana di Garoga," tegas manajemen.
Kedua sungai tersebut memang bertemu, namun titik pertemuannya berada jauh di hilir Desa Garoga dan sudah mendekati jalur aliran menuju pantai barat Sumatra.
Secara hidrologis, aktivitas di Aek Pahu tidak memengaruhi hulu Garoga.
Selain itu, menurut PTAR, tidak ditemukan tanda-tanda banjir bandang di sepanjang aliran Aek Pahu meski beberapa titik longsoran memang terdeteksi.
BACA JUGA:Banjir Bandang Sumatra Parah, Cak Imin Ajak Raja Juli hingga Bahlil untuk Taubat Nasuha
BACA JUGA:Kenapa Banjir Bandang Sumatra Bisa Parah? Begini Jejak Kerusakan Hutan dan Tata Ruang!
Aliran lumpur besar maupun kayu gelondongan yang dapat memicu sumbatan seperti yang terjadi di Desa Garoga juga tidak ditemukan.
PTAR bahkan menyatakan, 15 desa yang sebagian besar berada di Lingkar Tambang wilayah DAS Aek Pahu tidak mengalami dampak yang signifikan. Bahkan desa-desa itu kini dijadikan lokasi pengungsian bagi warga terdampak.
Temuan Visual dari Pengamatan Udara
Dalam narasi eksplanasinya, perusahaan turut mengaku ikut andil dalam investigasi visual menggunakan helikopter di kawasan hulu Sungai Garoga.
Dari pengamatan tersebut, tim PTAR menemukan banyak titik longsoran besar yang terjadi di tebing-tebing sungai.
“Longsoran-longsoran inilah yang menjadi sumber langsung dari sebagian besar material lumpur dan batang-batang kayu yang ditemukan di Sungai Garoga,” jelas manajemen.
Namun, PTAR juga mengakui bahwa temuan ini masih berupa indikasi awal dan membutuhkan kajian lebih lanjut untuk memastikan seluruh faktor penyebab bencana.
PTAR: Operasional Tambang Dilakukan di APL
Di tengah berkembangnya rumor tak mengenakkan, PTAR kembali menegaskan posisi wilayah operasional perusahaannya berada di Areal Penggunaan Lain (APL), di luar kawasan hutan Batang Toru.
“Selama beroperasi, PTAR terus mendukung upaya perlindungan lingkungan termasuk konservasi air, udara, tanah dan lebih jauh konservasi keanekaragaman hayati,” ujar manajemen menegaskan.
Selain membatasi operasi tambang di APL, PTAR menyampaikan mereka bekerja sama dengan sejumlah lembaga nasional maupun internasional untuk memastikan kelestarian kawasan sekitar tambang tetap terjaga.
BACA JUGA:Pertamina Salurkan Bantuan Darurat ke Wilayah Terdampak Banjir dan Longsor di Sumatera
BACA JUGA:Prabowo Tinjau Langsung Lokasi Banjir Sumatera, Pastikan Respons Darurat Berjalan Cepat
Menutup pernyataannya, PTAR meminta untuk seluruh pihak agar lebih berhati-hati dalam membentuk opini publik, terutama di tengah situasi bencana yang masih menyisakan dampak besar bagi masyarakat.
“Kami mengajak seluruh pihak untuk mengedepankan kolaborasi, komunikasi, dan manajemen informasi yang baik untuk menghindari opini yang, secara sengaja atau tidak, berujung pada narasi-narasi yang tidak tepat, kontraproduktif dan merusak upaya pertolongan dan pemulihan masyarakat korban bencana,” tutupnya.
Perusahaan menilai, menjaga akurasi informasi merupakan bagian dari tanggung jawab bersama, bukan hanya untuk menghindari kesalahpahaman, tetapi juga demi memastikan upaya penanganan di lapangan tidak terganggu oleh simpang siur informasi yang tidak terbukti kebenarannya.
Di luar pernyataan tertulis itu, PTAR menambahkan bahwa mereka mendukung penuh upaya investigasi ilmiah oleh pihak independen.
Menurut manajemen, kesimpulan yang tepat sangat penting untuk mitigasi risiko bencana di masa depan, sekaligus menjadi dasar bagi perbaikan kebijakan maupun tata kelola lingkungan kedepannya. (*)
*) Mahasiswa magang Prodi Sastra Inggris dari Universitas Negeri Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: