Dinamika Ruang Seni Balai Pemuda
Seniman Ammar Bacan yang merasakan perubahan lintas generasi di Balai Pemuda.-Aditya Rasyid Wicaksono-Aditya Rasyid Wicaksono
Kalau dulu Balai adalah laboratorium di mana kegagalan dirayakan sebagai bagian dari proses belajar, kini ia menjadi panggung yang menuntut kesempurnaan instan: tanpa ruang untuk salah, tanpa ruang untuk bereksperimen.
Bagi Ammar Bacan, Balai Pemuda tetap merekam kenangan yang jelas—indah, tapi kini terasa perih. Tempat itu bagai Cinderella dengan sepatu kaca di malam pesta: memesona, namun tak lagi bisa disentuh. Bagi para seniman seperti dirinya, ia hanyalah gadis cantik yang kini sulit dijamah. (*)
*) Fauzan Iskandar, Daffa Hilmi Rabbani, dan Aditya Rasyid Wicaksono, mahasiswa kelas Online Journalism A Universitas 17 Agustus 1945.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: