Soemitro dan Kekecewaan Daerah
ILUSTRASI Soemitro dan Kekecewaan Daerah.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
PRESIDEN Prabowo Subianto tak perlu jauh-jauh bila ingin mengetahui mengapa daerah kecewa dengan pemerintah pusat. Cukup belajar dari ayahnya sendiri: Prof Soemitro Djojohadikusoemoe.
Di tengah penanggulangan bencana Sumatera saat ini, wabil khusus di Aceh, sering muncul suara kekecewaan masyarakat. Kritik keterlambatan pemerintah pusat mengalir deras juga, seperti banjir bandangnya. Presiden Prabowo dan para menterinya menjadi sasaran protes dan hujatan.
Di Aceh, seperti bolak-balik di video viral, masyarakat sudah mulai konvoi dan demo protes memegang bendera GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Bendera merah dengan bulan bintang. Dari orasi terdengar nada kekecewaan mereka kepada pusat.
BACA JUGA:Jejak Soemitro Djojohadikoesoemo, Langkah Prabowo Subianto
Tentu pemerintah dan rakyat Indonesia tak ingin Aceh lepas. Juga, tak ingin mengulang DOM (daerah operasi militer), ketika TNI memerangi aktivis GAM yang menuntut merdeka. Terlalu banyak nyawa yang hilang.
Perdamaian Aceh buah upaya diplomasi era Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK). Juga, tak lepas dari hikmah musibah tsunami 2004. Saat itu semua mengedepankan perdamaian dan kemanusiaan, di tengah luluh lantak tsunami.
Tsunami 2004 yang menyatukan, jangan sampai banjir bandang 2025 yang membuatnya retak. Pemerintah Prabowo harus hati-hati.
Kata kuncinya, jangan buat Aceh kecewa. Itu juga berlaku di daerah lain.
Kalau kita mundur ke belakang, sebagian gerakan separatis yang memisahkan diri, hulunya adalah kekecewaan daerah. Apakah karena ketidakadilan bagi hasil atau karena kecewa dengan keputusan pemerintah pusat.
Ayahanda Prabowo, Prof Sumitro, merupakan tokoh yang tidak senang bila pemerintah pusat tidak adil dengan pemerintah daerah. Tidak hanya protes orasi, tetapi ia juga melakukan aksi.
Soemitro salah seorang tokoh kunci dari gerakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) yang berpusat di Sumatera Barat, 1957. PRRI mendeklarasikan pemerintah tandingan karena kecewa dengan pemerintah pusat di Jakarta.
Ayahanda Prabowo itu diangkat sebagai menteri perdagangan dan perhubungan PRRI. Sekaligus mencari dukungan internasional untuk PRRI yang melawan pemerintah pusat.
Ichlasul Amal, dosen UGM, dalam buku Hubungan Pusat dan Daerah Dalam Pembangunan (1995), menyebutkan salah satu penyebab munculnya PRRI. Yakni, tokoh di Sumbar menyebut pemerintah pusat menelantarkan daerahnya. Sumbar yang sangat berperan saat revolusi kemerdekaan diperlakukan tak adil.
Tokoh Masyumi dan PSI, termasuk Soemitro, memberikan dukungan. Ia pun bergabung dengan PRRI yang menuntut keadilan otonomi daerah. Seperti botol ketemu tutup, para tokoh PSI dan Masyumi juga tidak senang dengan pemerintah pusat yang memberikan peran makin besar kepada PKI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: