Elon Musk dan Realitas Kesenjangan di Indonesia
ILUSTRASI Elon Musk dan Realitas Kesenjangan di Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Akumulasi kekayaan para taipan itu sering kali berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat biasa, yakni rasio tabungan terhadap pendapatan justru menurun pascapandemi. Fenomena itu menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi belum sepenuhnya dinikmati semua lapisan masyarakat secara merata.
REFLEKSI
Tidak ada yang salah jika ada orang seperti Elon Musk yang mampu menumpuk kekayaan dalam jumlah yang begitu fantastis. Seorang Elon Musk yang memiliki pemikiran yang brilian dan inovatis tentu wajar jika pundi-pundinya terus bertambah dari tahun ke tahun karena mereka berdiri di pusaran kemakmuran.
Berbeda dengan orang-orang yang berdiri di spiral kemiskinan, orang-orang superkaya selalu naik kelas karena penghasilan yang masuk jauh lebih besar daripada pengeluarannya.
Kekayaan spektakuler Elon Musk, bagi kita, adalah sebuah cermin yang berfungsi tempat untuk mengkaji kembali apa-apa yang telah dilakukan dan sudah seberapa jauh kita menempuh rute yang seharusnya?
Pertanyaan-pertanyaan kunci yang harus dikaji adalah: Apakah sistem ekonomi kita saat ini sudah adil? Apakah proses trickle-down effect kekayaan dari segelintir elite benar-benar telah bekerja untuk menyejahterakan mayoritas masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial?
Kita tentu tahu bahwa selama ini pemerintah telah banyak berupaya untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan rasio gini? Meski demikian, jujur harus diakui bahwa berbagai langkah perbaikan yang ditempuh umumnya belum berdampak nyata dalam mengurangi skala ketimpangan yang terjadi.
Selama ini kita masih disibukkan pada program-program yang sifatnya amal-karitatif daripada program yang secara substansial benar-benar berorientasi pada pemberdayaan masyarakat.
Melihat kekayaan Elon Musk yang fantastis, sesungguhnya bukan sekadar angka di Forbes. Tetapi, melihat seorang Elon Musk sesungguhnya adalah sebuah alarm keras bagi Indonesia.
Alarm bahwa konsentrasi kekayaan yang masif di tangan segelintir orang –baik secara global maupun lokal– adalah bom waktu sosial. Kita tidak melarang orang kaya menjadi kaya, tetapi dengan memastikan adanya kebijakan fiskal yang adil, investasi yang inklusif, dan akses setara terhadap pendidikan dan peluang ekonomi bagi semua warga negara, kesenjangan yang terlalu lebar masih ada harapan untuk dikurangi.
Jika tidak, kisah sukses orang superkaya seperti Elon Musk hanya akan menjadi kisah yang diceritakan di tengah jutaan realitas perjuangan hidup masyarakat Indonesia yang tertatih-tatih. Bagaimana pendapat Anda? (*)
*) Bagong Suyanto adalah dosen kemiskinan dan kesenjangan sosial, FISIP, Universitas Airlangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: