SURABAYA, HARIAN DISWAY- Secara bergantian terdakwa Dwi Vibbi Mahendra dan Ikhsan Fatriana mendekatkan telinganya di pengeras suara yang berada di depan mereka. Mereka berusaha mendengarkan suara persidangan dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Saat itu mereka memberikan keterangan.
Dua kurir 43,411 kilogram sabu-sabu itu mengikuti persidangan dari Rumah Tahanan (Rutan) Medaeng. Secara bergantian mereka menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ketua Majelis Hakim Martin Ginting, jaksa penuntut umum (JPU) Febri, dan tim penasihat hukumnya.
Keduanya mengatakan, mereka mengambil sabu-sabu atas perintah Joko yang kini masih buron. Ketika itu Joko terlebih dahulu memerintah Dwi. Ia mengatakan bahwa akan ada pekerjaan. Ia minta agar terdakwa itu berangkat ke Bandung untuk mengambil barang. Keduanya tidak bisa menolak karena Joko mengancam keselamatan mereka dan keluarga.
”Saat itu klien saya tidak mengetahui kalau mereka disuruh mengambil sabu-sabu. Tapi, memang ia sudah punya firasat jelek. Sebab, bilangnya ada pekerjaan yang memiliki risiko tinggi,” kata juru bicara tim penasihat hukum terdakwa Adi Chrisianto saat ditemui seusai sidang di PN Surabaya, Kamis, 2 Juni 2022.
Terdakwa Dwi berangkat sendiri dari Surabaya ke Bandung dengan menggunakan kereta api. Sesampai di sana, ia dipertemukan oleh terdakwa Ikhsan. Setelah itu, anak buah Joko, yakni Zoa-Zoa, menghubungi mereka. Meminta agar dua orang itu berangkat ke Pekanbaru, Riau.
Namun, berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Pada 21 Desember 2021 keduanya sampai di kota tujuan. Joko kembali menghubungi Dwi untuk mendatangi sebuah tempat. Di sana mereka akan mengambil barang tersebut. Saat itu mereka belum mengetahui barang yang mereka akan ambil.
Sesampai di tujuan tersebut, terdakwa melihat satu unit mobil Toyota dalam kondisi terkunci. Dalam mobil itu terdapat dua koper berwarna biru. Lagi-lagi Joko memberikan arahan kepada Dwi melalui pesan singkat di aplikasi BlackBerry Messenger (BBM).
”Mereka tidak tahu isi di dalamnya apa. Juga, berat barangnya berapa. Sebab, klien saya dilarang membuka,” lanjutnya.
Dari aksinya itu, keduanya mendapat upah Rp 13 juta. Namun, itu hanya untuk uang transportasi ke Padang.
Beberapa kali Joko memerintah kedua terdakwa itu untuk mendatangi berbagai kota. Itu semua dituruti Dwi dan Ikhsan. Perjalanan mereka terhenti di Bandar Lampung, 11 Januari 2022. Mereka diamankan petugas Satuan Reserse Narkoba (Satreskoba) Polrestabes Surabaya.
Setelah ditangkap, barulah mereka mengetahui dengan pasti bahwa kedua koper itu berisi narkotika. Dalam persidangan tersebut, mereka juga mengaku terpaksa melakukan pekerjaan itu. Pertama, karena kebutuhan ekonomi. Tapi, yang paling utama adalah mereka mendapat ancaman dari Joko.
”Kalau mereka tidak mengambil atau meneruskan pekerjaan ini, kehidupan keluarga mereka akan terancam. Mereka juga sebenarnya berada di bawah tekanan. Jadi, bukan keluarga saja yang terancam. Tapi, kedua klien kami terancam,” tegasnya.
Karena perbuatan para terdakwa tersebut, mereka terancam pidana Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang (UU) No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. (*)