Bangsa Saya Indonesia Terlalu Baik, Tapi Saya Tidak!

Kamis 10-03-2022,12:54 WIB
Editor : Doan Widhiandono

Pada 2005, Menteri Luar Negeri Belanda Ben Bot juga pernah mengatakan, Belanda dalam posisi bersalah terhadap Indonesia. Namun setelah ia pulang ke negaranya, tidak ada perubahan apa pun. Secara hukum, Belanda masih mengakui Indonesia berdaulat pada 27 Desember 1949. Bukan 17 Agustus 1945.

Dari kiri pengacara Brechtje Vossenberg, I Talle, Andi Monji Monjong, serta pengacara Liesbeth Zegveld diBalai Pengadilan di Den Haag, Juni 2019 dalam kasus pembantaian Westerling di Desa Suppa, Pinrang, Sulawesi Selatan.
(Foto: Nuhanovic Foundation)

Perjuangan tidak berhenti di Rawagede. Pada 2012 ia juga mendampingi janda dan anak-anak korban Westerling. Ayah dan saudara Sejarawan Anhar Gonggong tewas gara-gara peristiwa itu.

Semua bermula dari keinginan Belanda untuk mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT) dengan Makassar sebagai ibu kotanya. Sebanyak 120 pasukan khusus yang dipimpin Westerling dikirim ke Makassar pada 5 Desember 1946. 

Mereka ditugasi untuk menumpas pemberontak dari kelompok nasionalis atau Republikein . Merekalah rakyat yang mendukung kemerdekaan Republik Indonesia. Ada yang menyebut korban Westerling mencapai 40 ribu jiwa. Namun, Anhar yang pernah meneliti sendiri peristiwa itu memperkirakan jumlah korban sekitar 10 ribu.

Jeffry juga berjuang untuk kasus pembantaian, penyiksaan, dan pemerkosaan di Malang. Akan ada gugatan selanjutnya. Selama ini, keberhasilan KUKB tak bisa dilepaskan dari bantuan pengacara hak asasi manusia Liesbeth Zegveld. Sayang dia sudah mengundurkan diri baru-baru ini. Tugas Jeffry selanjutnya adalah mencari pengacara sekaliber dia.  Sayangnya pemerintah Indonesia seakan diam terhadap masalah itu. “Saya selalu bilang. Bangsa saya, Indonesia itu terlalu baik. Tapi saya tidak!” tegasnya. (Salman Muhiddin)

 

Tags :
Kategori :

Terkait