Di antaranya teknik komunikasi. ”Itu penting. Jika terjadi komunikasi yang salah itu bisa menimbulkan masalah baru. Selain itu pramurukti perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi kebutuhan lansia,” terangnya.
Belum lagi kesempatan yang besar untuk dimasuki oleh siapa pun yang ingin bekerja di luar negeri. Di negara maju seperti Jepang, sudah banyak tenaga kerja Indonesia yang menjadi pramurukti. Rentang gaji mereka adalah Rp 8 juta sampai Rp 12 juta per bulan setelah dipotong pajak.
Ditambahkan Siti Asfiyah, syarat utama untuk menjadi pramurukti tidaklah ribet. Setidaknya punya sikap tulus untuk mengurus lansia. Dalam kursus selama tiga bulan, seseorang akan dicetak bisa menjadi pramurukti yang baik untuk mendampingi lansia. Bahkan ’Aisyiyah memastikan pramurukti yang dipekerjakan sudah terlatih dan memiliki sertifikat.
Salah seorang peserta saat praktik di laboratorium Universitas ’Aisyiyah Yogyakarta.--
Bila ada yang ingin mengikuti kursus, ’Aisyiyah menentukan kriteria peserta –baik perempuan dan laki-laki- berusia antara 20-40 tahun. ”Kami mengutamakan mereka yang belum mempunyai pekerjaan, bisa para duafa dan kurang mampu. Dari keluarga ’Aisyiyah dan Muhammadiyah meskipun terbuka juga untuk siapa saja kok,” papar Titik, panggilan Siti Asfiyah.
Kemudahan mengikuti kursus ini sangat terbuka karena calon peserta tidak perlu mengambil pendidikan keperawatan. Pramurukti di Indonesia jarang sekali diisi profesi perawat mengingat jumlah perawat belum terlalu banyak.
Praktik memberi makan lansia sakit dengan menggunakan sonde.--
Untuk itu Asiyiyah akan melanjutkan program ini ke depan. Khususnya di PWA-PWA yang belum melaksanakannya.
Menurut Titik, Aisyiyah yakin program tersebut akan direspons baik oleh masyarakat. Apalagi Kemenkes dan sejumlah organisasi juga sedang getol mengadakan pelatihan untuk mendidik pramurukti.
Pemerintah bahkan berencana akan memformalkan pramurukti sebagai pekerjaan. Keseriusan itu terlihat dari kurikulum yang akan disiapkan oleh Kemenkes dengan kurikulum pendidikan formalnya setingkat diploma dua (D-2).
”Kami PPA berkomitmen akan melaksanakan kursus secara kontinyu mengingat banyak peluang yang bisa digarap terutama terkait kebutuhannya yang sangat besar di Indonesia saat ini,” pungkas Titik. (*)