SURABAYA, HARIAN DISWAY- Membuka usaha bukan untuk kepentingan pribadi. Itulah bisnis yang dibangun Aipda Ely Yuniawati. Ini hanya salah satu caranyi untuk menolong orang lain. Juga, untuk membantu menaikkan perekonomian warga sekitar. Agar terkesan tidak memberikan secara cuma-cuma.
===
PUKUL 16.30 suara sirene dari pengeras suara sudah berbunyi. Menandakan seluruh personel polisi dan PNS di lingkungan Polrestabes Surabaya harus berkumpul di lapangan A markas polisi itu. Di sana mereka akan melakukan apel sore sebelum pulang.
Aipda Ely Yuniawati mulai menyimpun barang-barangnya. Lalu, pergi ke lapangan untuk apel. Ibu tiga anak itu adalah personel Satuan Reserse Narkoba (Satreskoba) Polrestabes Surabaya.
Seusai apel sore, tanpa basa-basi, dia langsung tancap gas motor Vario-nyi untuk segera pulang ke rumah di Jalan Rangkah Buntu 2 No 41. Sesampai di rumah, dia langsung mengganti baju dinas, lalu kembali bekerja. Tapi bukan sebagai polisi lagi. Namun, sebagai penjual beras.
Usaha itu sudah dilakukan sejak awal pandemi. Yakni, akhir 2019. Ketika itu dia harus menutup beberapa tenant makanan miliknyi yang telah dirintis sejak 2017. Itu karena pandemi Covid-19, pemerintah melarang kegiatan aktivitas di luar rumah.
Aipda Elly Yuniawati di luar dinas Kepolisian merupakan pedagang beras yang sukses dengan memperkerjakan warga sekitar.-Boy Slamet-
Karena itu, mau tak mau usaha itu pun ditutup. Tapi, istri Kompol Tomi Subari tesebut tidak mau memecat karyawannyi. Saat itu ada tiga orang. Semuanya janda. ”Kasihan kalau mereka semua hilang mata pencaharian,” kata Ely saat ditemui di Polrestabes Surabaya, Kamis, 30 Juni 2022.
Usaha berjualan makanan itu juga dibuat karena ada salah seorang dari ibu yang minta tolong kepadanyi. ”Kalau saya bantu tanpa memberikan pekerjaan kan itu percuma. Jadi, saat itu kepikiran untuk membantu mereka dengan membuatkan pekerjaan,” ucapnyi.
Dari situ, perempuan 39 tahun tersebut mengajak ibu lain yang tidak memiliki suami di sekitar rumahnyi. Salah seorang janda yang dipanggil untuk berjualan merupakan tante dari seorang narapidana. Ely mengenal ibu tersebut ketika sering mengunjungi keponakannyi di Polrestabes Surabaya. Dulu.
”Saat itu kan masih bisa mengunjungi tahanan. Karena belum ada pandemi. Nah, saya sering ketemu ibu tersebut. Jadi kenal. Saya juga pernah bantuin dia keluar dari tindak KDRT yang dilakukan suaminyi. Belakangan juga diketahui jika suaminyi terlibat narkoba,” tambahnyi.
Awal membangun bisnis makanan itu, tidak ada permasalahan. Sampai akhirnya badai pandemi virus korona itu menerjang. Perempuan kelahiran Ngawi, 20 Juni 1983, tersebut langsung teringat dengan usaha yang telah dibangun orang tuanyi di Ngawi. Penggilingan padi.
Hasil usaha orang tuanyi itu dibawa ke Surabaya. Agar tiga ibu janda tersebut memiliki pekerjaan kembali. Beruntung, orang tuanyi merupakan tangan pertama setelah petani. Dengan demikian, beras yang dijual itu sangat murah. ”Saya jualnya Rp 9 ribu per kilogram,” ucap bintara yang menjadi andalan sebagai pembawa acara setiap kegiatan di Polrestabes Surabaya itu.
Dalam sebulan, dia menjual sampai 24 ton beras. Dari penjualan itu, dia sempat mengajak seorang pemuda yatim piatu untuk bekerja. Bahkan, pria tersebut diberi tempat tinggal. Tak hanya itu, Ely juga merekrut Bhayangkari (sebutan untuk istri polisi) yang telah ditinggal mati oleh suaminyi karena terpapar virus korona.
Tapi, Bhayangkari itu tidak dipekerjakan di rumahnyi. Mereka diajak untuk berjualan beras. Tanpa modal. Mereka cukup mengambil beras di rumah Ely, lalu dijual kembali. Ketika laku, barulah para ibu janda itu membayar beras tersebut.