Gangguan Mental BSD: 5 dari 100 Orang Kecanduan Belanja Online

Selasa 26-07-2022,22:06 WIB
Reporter : Nur Annisa
Editor : Salman Muhiddin

Iseng-iseng, buka marketplace di awal bulan. Gaji masih utuh. Tiba-tiba muncul sepatu kece dengan diskon 80 persen. Entah mereknya apa, tidak jelas. Tapi di gambarnya nampak menarik. Kalau mau dapat diskon itu, waktunya tinggal 28 menit.

Otak langsung mikir. “Kalau tidak dibeli, sayang juga ini,” ujar bisikan halus dalam qolbu. Dengan beberapa kali sentuhan jari, sepatunya sudah masuk keranjang belanja online. Bayar Rp 100 ribu, tunggu tiga hari. Ongkirnya gratis.

Besoknya muncul lagi topi kece. Harganya Rp 50 ribu. Harga aslinya Rp 400 ribu. Waktu diskon tinggal 7 menit. Jemari bergerak lincah sampai barang terbayar. 

Begitu terus sampai anda tersadar uang di rekening sisa sejuta, dari gaji UMR Surabaya Rp 4 jutaan. Pertengahan bulan rupanya uang habis. Jalan keluarnya pinjol. Modal jempol dan selfie dengan KTP, duit cair dalam waktu kurang dari 24 jam.

Bulan depannya gajian. Muncul lagi promo-promo “menyesatkan” di market place itu. Belanja ini itu. Pertengahan bulan pinjol menagih. Duit di rekening ternyata sudah amblas. Di saat itulah asam lambung mulai naik. 

Obatnya, pinjol lagi. Terus begitu. Sampai anda sadar sedang  dalam masalah besar. Besar sekali. Sampai gaji anda yang UMR itu masih kurang untuk bayar cicilan.

Kisah itu hanya fiktif belaka. Tapi nyatanya banyak yang begitu juga. Sampai ada yang terlilit 40 pinjol dalam satu pekan. Beritanya ada dimana-mana. Bisa dicek di Mbah Google.

Seorang psikoterapis dari Hannover Medical School di Jerman, Dr Astrid Muller meneliti secara khusus tentang fenomena keranjingan belanja online. Yang akhirnya memicu gangguan mental yang disebut buying-shopping disorder (BSD). 

Sebenarnya fenomena ini sudah ada sejak lama, tetapi makin parah di era digital. Diperparah lagi dengan pandemi. Orang jadi lebih banyak mengangses smartphone saat pemerintah memberlakukan pembatasan di ruang publik. 

BSD terjadi ketika orang yang terobsesi dengan belanja online akan menimbun barang yang mereka pesan dan berakhir dengan banyak hutang, kehilangan kendali diri, dan kerap berdebat dengan orang terdekat.

Muller meneliti 122 pasien yang mencari bantuan psikolog karena kecanduan belanja online. Ia mendapati mereka dalam tingkat depresi serta kecemasan yang lebih tinggi dari biasanya.

Internet mendobrak dinding-dinding kehidupan. Toko-toko online bekerja 24 jam dengan menawarkan kemudahan pembayaran dicicil atau utang. Rupaya, BSD telah memengaruhi lima persen dari populasi di Jerman. Artinya 5 dari 100 orang di Jerman terkena BSD. 

Bisa jadi di Indonesia angkanya lebih tinggi. Gara-gara pinjol….

Lalu mengapa belanja online membuat candu?  Ini muncul karena fenomena budaya yang faktual pada pola pandang hedonisme.

Prinsip hedonisme: pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup.

Kategori :