DALAM Jin Ping Mei (金瓶梅), novel masyhur era dinasti Ming karangan sastrawan bernama pena Lanling Xiaoxiao Sheng 蘭陵笑笑生, ada pepatah yang bunyinya "广结良缘" (guǎng jié liáng yuán). Terjemahan bebasnya kira-kira: memperbanyak berbuat baik, agar banyak mendapat berkah.
Inilah yang juga diyakini Raymond Ardan Arfandy. Bagi sekretaris umum Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) itu, "Kita memang tidak bisa menemukan kebaikan di mana saja, tetapi kita bisa menanam kebaikan di mana saja."
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Pendiri PT Mega Buana Inti Rohadi S. Hartono: Chi Ku Nai Lao
Makanya, Galatia 6:9-10 TB menganjurkan, "[S]elama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang." Sebab, dalam Dhammapada IX:1 disebutkan, "Seseorang yang lambat dalam melakukan perbuatan baik, batinnya akan bergembira di dalam kejahatan" (dandhaṁ hi karoto puññaṁ, pāpasmiṁ ramati mano).
Padahal, menurut Sang Buddha dalam syair 314 Dhammapada, "Sebaiknya seseorang tidak melakukan perbuatan jahat, karena di kemudian hari perbuatan itu akan menyiksa dirinya sendiri. Lebih baik seseorang melakukan perbuatan baik, karena setelah melakukannya ia tidak akan menyesal" (akataṃ dukkataṃ seyyo pacchā tapati dukkataṃ; kataṃ ca sukataṃ seyyo yaṃ katvā nānutappati).
Apalagi, sebagaimana ditegaskan dalam kitab suci Hindu Sarasamuscaya 2, "Di antara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan sebagai manusia sajalah yang dapat berbuat baik ataupun buruk. Leburlah ke dalam perbuatan baik segala perbuatan buruk itu, demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi manusia."
Sekarang tinggal kita sendiri yang memutuskan: mau menjadi manusia atau bukan? (*)