Grand Prix Abu Dhabi yang digelar di sirkuit Yas Marina pada Minggu lalu (20/11) menjadi ajang pembuktian bagi Sergio Perez untuk bisa menjadi pembalap nomor dua di formula satu musim ini.
Ia memiliki kesempatan di sepertiga lap terakhir untuk menyalip rivalnya, Charles Leclerc. Namun sayang, dewi fortuna tidak berpihak padanya dan pada akhirnya ia finis di posisi ketiga, terpaut jarak satu detik dari pembalap kuda jingkrak itu.
Kegagalan Perez itu yang menjadi pembeda antara Verstappen dengannya. Julukan superstar dan mental juara dunia akan lebih cocok diperoleh Verstappen dibandingkan Checo- julukan dari Sergio Perez.
Hal ini diungkapkan oleh Azrul Ananda dan Dewo Pratomo sebagai praktisi formula satu di kanal YouTube Mainbalap Podcast Show episode 80 pada Senin (21/11) sore tadi.
Kata Azrul, Verstappen tidak hanya punya visi menang, termasuk lewat caranya yang maunya sendiri. Namun Verstappen juga memiliki keberanian dan mampu mengeksekusi strategi dengan matang.
Selain perbedaan mental, ada faktor lain mengapa Checo- julukan dari Sergio Perez tidak bisa mengamankan peringkat dua klasemen. Salah satunya adalah insiden Verstappen yang mengabaikan tim order di GP Brazil beberapa waktu lalu dan tidak ingin melepas posisinya di urutan keenam.
Padahal satu poin tambahan- jika Checo berada di urutan keenam, menjadi sangat berharga baginya untuk dapat perlahan mengamankan peringkat kedua dan membuatnya semakin percaya diri saat membalap di Abu Dhabi.
Di balapan penutup sirkuit Yas Marina, Verstappen sangat aman karena berada di posisi terdepan. Perez mengikuti dari belakang. Mengekor Red Bull, Ferrari berada di posisi ketiga dan keempat.
Mengawali start dengan bagus, membuat Verstappen tidak terkejar. Ini membuatnya tidak bisa menolong rekan setimnya, Perez yang sedang kesusahan mengejar Leclerc.
“Tidak mungkin kan di akhir-akhir balapan Verstappen tiba-tiba melambat untuk menahan Leclerc yang berada di posisi dua. Ini sungguh beresiko bagi keduanya,” ujar Azrul.
Sebetulnya, Red Bull telah memperhitungkan dengan baik bahwa Perez dapat menyalip Leclerc ketika dua lap atau bahkan lap terakhir. Namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan.
Jika saja Perez memiliki mental seperti apa yang didapatkan rekan setimnya, niscaya hasil yang diperoleh pada minggu kemarin akan berbeda.
Di kubu Verstappen, ia tidak bisa berbuat banyak untuk membantu kompatriotnya. Meskipun posisinya cukup aman di 15 lap terakhir. Lewat tim radio, Verstappen sarankan agar Perez tidak memaksimalkan bannya itu, dan berkata bahwa bannya akan aman-aman saja.
Ucapannya itu bukan sekadar saran belaka. Verstappen memiliki strategi pit stop yang sama dengan Leclerc. Sedangkan Perez memiliki strategi berbeda, dengan dua kali pit stop, ban yang dimiliki lebih fresh. Karena itulah ia berusaha untuk memaksa Perez untuk lebih cepat lagi.
Namun sayang, kesempatan yang dimiliki Perez tidak dapat dimaksimalkan. Ia harus menghadapi dua masalah saat berusaha mengejar Leclerc. Yang pertama, tentunya duel dengan Lewis Hamilton. Pertarungannya benar-benar memakan waktu, padahal mobil yang dikemudikannya sedang onfire.
Lalu yang kedua, saat overlap traffic. Perez benar-benar tidak merespon cepat untuk bermanuver, menyalip pembalap-pembalap urutan belakang itu.
“Padahal jika dikalkulasikan (menghadapi overlap traffic) mungkin sekitar 2 detik. Seandainya di lap terakhir Perez berada di zona DRS bersamaan dengan Leclerc, ia pasti bisa menyalip,” Ujar Azrul dilansir dari kanal YouTube nya.
Padahal dilihat dari performa kemarin, Red Bull lebih baik daripada Ferrari. Top Speed lebih unggul, ban yang dipakai lebih fresh. Sekali lagi, ini yang membedakan Perez dengan Verstappen. Eksekusi di waktu-waktu krusial masih belum bisa dimanfaatkannya dengan baik.
Kalkulasi Red Bull kepada Perez sepertinya terlalu berlebihan. Kegagalannya dianggap wajar bagi penonton formula satu karena ia bukan superstar, layaknya Verstappen.
Praktis, hasil GP Abu Dhabi ini membuat Red Bull kembali menduduki peringkat satu-tiga klasemen pembalap. Mereka tidak pernah menjadi tim dengan pembalap yang berada di peringkat satu dan dua. Ini menjadi cacatan kurang mengenakkan bagi tim banteng merah itu selama berada di ajang tertinggi jet darat. (Affan Fauzan)