MAKIN ke sini, rasanya dunia makin menyempit saja. Bisa dikata, jarak –dalam artian geografis– sudah mulai tidak ada.
Konon, dulu seseorang harus punya ilmu melipat bumi agar bisa berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Sekarang, seiring kemajuan teknologi transportasi dan telekomunikasi, agaknya tak perlu lagi kekuatan supranatural untuk begitu. Orang bisa ke mana-mana dengan teramat praktisnya. Cukup pakai gawai, kita sudah bisa ke sana kemari.
Apalagi ke depan akan berkembang yang namanya metaverse. Yang "diramalkan" Founder Taoisme Lao Tzu dalam kitab Tao Te Ching (道德经), "tanpa keluar rumah, tapi tahu segala" (不出户，知天下 bù chū hù, zhī tiān xià), bisa benar-benar terjadi.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Pengusaha Anton Santoso: Hou Hui Mo Ji
Di satu sisi, kita akan semakin mudah terhubung satu sama lain. Di sisi sebaliknya, kian terhubung kita, kian cepat meluber pula masalahnya. Meluasnya pandemi Covid-19 adalah contoh terkininya.
"Kalau untung, untung bareng-bareng. Kalau rugi, rugi sama-sama. Makanya, semua negara harus bahu-membahu dan bermusyawarah untuk mencarikan jalan keluar atas permasalahan-permasalahan global yang dihadapi kita saat ini," terang Zhou Wenhua (周文华), kepala Kantor Penerimaan Mahasiswa Asing Zhejiang University of Technology.
Dalam situasi demikian, lanjut Prof Zhou, "dibutuhkan talenta yang mau mempelajari dan memahami kebudayaan masing-masing negara, serta menguasai cara-cara diplomasi, agar bisa memberikan sumbangsih untuk kemaslahatan umat manusia."
Intinya, ujar Prof Zhou, "海内存知己，天涯若比邻" (hǎi nèi cún zhī jǐ, tiān yá ruò bǐ lín).
Pepatah yang berasal dari petikan puisinya Wang Bo 王勃 (650-676) tersebut artinya: Jika kita mempunyai sahabat yang bisa saling mengerti, langit yang jauh pun akan seperti tetangga sendiri. Jauh di mata, tapi dekat di hati. (*)