Jika hasil uji pendapat yang keras kepala ternyata hasilnya untuk kebaikan besama, bisa dilaksanakan. Jika hasil sebaliknya, dan pemilik pendapat tetap ngeyel, di situlah problem. Berubah jadi pengelolaan problem.
Jika problem tidak bisa dikelola, masuk ke problem berat. Itu sudah di ambang pertengkaran. Jika itu berlanjut, terjadilah domestic violence (KDRT).
Itu belum termasuk perselingkuhan, salah satunya pengguna narkoba atau melakukan tindak pidana. Belum termasuk. Itu cuma soal beda pendapat, yang kemudian meningkat jadi KDRT.
Pelaku KDRT di AS sekitar 97 persen pria terhadap istri. Umumnya, istri di sana yang jadi korban KDRT langsung bercerai. Tapi, ada sedikit yang bertahan. Dengan berbagai alasan. Nah, 373 pasutri responden itu adalah mereka yang bertahan, tidak cerai.
Apa hasil riset terhadap pernikahan rusak itu?
Shrout: ”Merusak jiwa dan raga, untuk suami, apalagi istri.”
Umumnya pasutri bermasalah itu tidak merasa bahwa jiwa dan raga mereka merosot secara bertahap. Kemerosotan diungkap dalam riset. Melalui wawancara dan observasi.
Kemerosotan kesehatan fisik menyangkut: Peradangan, perubahan nafsu makan (bisa terlalu banyak, bisa ogah makan), dan peningkatan pelepasan hormon stres, yang semua itu memengaruhi berbagai aspek kesehatan. Mulai sistem kekebalan tubuh hingga kemerosotan fungsi jantung.
Shrout: ”Sejumlah bukti menunjukkan bahwa orang menikah cenderung hidup lebih lama dan lebih sehat daripada mereka yang bercerai, janda, duda, atau tidak pernah menikah.”
Namun, pernikahan yang rusak justru lebih buruk daripada tidak menikah, janda, atau duda.
Mereka yang menikah dan baik-baik saja sungguh beruntung. Pertahankan itu. Patut bersyukur kepada Allah pencipta semesta alam dan segala isinya. Sayangi suami atau istrimu karena mereka milik Allah yang dititipkan sementara waktu kepadamu.
Di kasus Venna Melinda, Ferry Irawan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan, pasal yang disangkakan dinaikkan oleh polisi: Dari KDRT ringan jadi KDRT berat.
Kuasa hukum Venna, Hotman Paris Hutapea, kepada pers, Kamis (12/1), mengatakan: Semula polisi mengenakan Ferry Irawan Pasal 44 ayat 4 tentang KDRT. Ancaman empat bulan penjara.
Kemudian, sangkaan diubah menjadi Pasal 44 ayat 1. Ancaman penjara lima tahun dan denda Rp 15 juta.
Hotman: ”Korban mengalami trauma. Makanya, oleh kepolisian, pasalnya dinaikkan tingkat jadi KDRT berat. Sebab, korban menderita gangguan psikis berat.”
Merujuk riset Shrout, pernikahan suatu pertaruhan besar. Gambling abis. Meski pasutri kelihatan (dari perspektif publik) sangat mesra, sangat bucin, sangat jago mengelola konflik. Buktinya itu.