JAKARTA, HARIAN DISWAY - Belum sebulan, Bank Indonesia (BI) sudah menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate lagi. Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 21-22 Desember lalu, dinaikkan sebesar 0,25 basis poin menjadi 5,5 persen. Kemarin dinaikkan dengan besaran yang sama sehingga menjadi 5,75 persen.
Kenaikan suku bunga acuan itu sudah mencapai 225 bps sejak Agustus 2022 lalu. Juga suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,5 persen.
"Tentu kita melihat proyeksi inflasi inti ke depan dan tentu saja bagaimana kita melihat ke depan," jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual di Kantor BI, Jakarta pada Kamis, 19 Januari 2023.
Artinya, semua sudah terukur dan memadai. Ini merupakan langkah lanjutan untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi ke depan. Dan dilakukan secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking.
Inflasi inti dipastikan terjangkau di kisaran 3,0±1 persen atau di bawah 4 persen. Setidaknya pada Semester I nanti. Perry yakin inflasi tidak akan mencapai 3,75 persen.
BI juga akan terus berkoordinasi dengan pemerintah maupun mitra strategis. Terutama dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) dengan memperkuat program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
Namun, Perry mengimbau bankir agar kenaikan suku bunga tak ditransmisikan ke suku bunga kredit perbankan. "Terima kasih untuk bankir yang nggak menaikkan bunga kredit. Kalau masih 0,2 persen wajar dan memadai," lanjut Perry.
Apalagi intermediasi perbankan pada 2022 terus meningkat. Bahkan diprediksi berlanjut pada tahun ini. Pertumbuhan kredit perbankan pada Desember 2022 tumbuh 11,35 persen (yoy). Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 5,24 persen.
Menurut Perry, naiknya pertumbuhan kredit terjadi merata pada seluruh sektor ekonomi dan seluruh jenis kredit. Terutama Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja.
Pun demikian dengan perbankan syariah secara tahunan. Tumbuh 20,1 persen pada Desember 2022. Lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya yang hanya 6,6 persen.
Sehingga BI memperkirakan pertumbuhan kredit akan mencapai 10-12 persen pada tahun ini. Pertumbuhan ini didorong sinergi kebijakan sektor keuangan dan dunia usaha. Yakni dengan meningkatkan kebijakan makroprudensial yang inklusif dan berkelanjutan.
"Inj demi pertumbuhan kredit di sektor-sektor prioritas yang belum pulih, termasuk ke UMKM, KUR dan kredit pembiayaan hijau dalam rangka pemulihan perekonomian nasional," ujar Perry.
Di sisi lain, ketahanan sistem keuangan khususnya perbankan terjaga dengan baik. Dari sisi permodalan maupun likuiditas permodalan perbankan. Tetap kuat dengan CAR pada November 2022 sebesar 25,45 persen.
Permodalan menguat dan risiko kredit terkendali. Itu tercermin dari NPL (Kredit Bermasalah) yang tercatat rendah sebesar 2,65 persen secara bruto dan 0,75 persen secara neto pada November lalu.
"Tahun ini, sinergi kebijakan antara BI dan kebijakan sektor Pemerintah dan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat," ujar Perry.