Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dari Mendikbud Ristek, Pak Nadiem Makarim ternyata seru. Kami, Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 diterima di media Abah Dahlan Iskan yang baru berusia 3 tahun: Harian Disway.
MBKM saya ambil pada semester enam pada mata kuliah magang. Ini merupakan pengalaman magang pertama yang sangat berkesan. Rupanya dunia jurnalistik tak melulu soal membuat berita. Ada banyak sekali dialektika dan perjuangan menjadi jurnalis. Saya mendapat tugas sebagai content writer. Setiap hari, harus membuat artikel poluper tentang tips kesehatan, teknologi, atau berita menarik lainnya. Saya juga ditempatkan di pos Lifestyle. Saya menjadi lebih update akan berita-berita terkini tentang selebritis, K-POP, film, musik, dan segala macam berita yang berkaitan dengan entertainment. Biar wawasan lebih luas, saya juga boleh menulis berita olahraga, nasional, maupun internasional. Benar-benar tantangan yang menyenangkan. Rupanya jurnalis harus siap dan paham semua isu.Portofolio saya ketika magang menjadi content writer-- Kami juga mendapat kesempatan untuk liputan di lapangan. Seru, sekali. Bahkan kami dilibatkan di tim Surabaya Tourism Awards 2023. Yakni lomba antar hotel, tempat wisata dan Sentra Wisata Kuliner (SWK) yang Awardingnya digelar di puncak Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS), di Balai Kota, 31 Mei nanti. Dari acara itu, kami keliling ke penjuru Surabaya yang ternyata kaya akan kuliner. Banyak hidden gem yang ditemukan di SWK. Jurnalis, rupanya juga terlibat aktif dalam berbagai event. Jadi, jurnalis bukan hanya harus paham semua jenis berita. Namun, kami juga dibentuk untuk siap tempur di segala medan. Termasuk di tim event. Tak terasa, dalam waktu tiga bulan, kami bertemu ratusan orang. Terutama pedagang SWK dari 49 titik yang ikut lomba. Secara tak langsung ilmu komunikasi dan kemampuan wawancara kami lebih terasah. Setiap pagi, kami mengirimkan ide-ide yang akan ditulis ke grup WhatsApp. Kalau tidak menarik langsung gugur. Misalnya berita yang sudah basi atau tidak menarik. Kalau ide kami mendapat lampu hijau, kami langsung mengetiknya. Setelah itu, hasil tulisan diunggah di CMS ( Content Management System ) atau d rivepool di google drive yang sudah disediakan. Sebagai pemula, tentunya banyak sekali kekurangan saya dalam menulis. Masukan demi masukan terasa seperti pil pahit. Yang terkadang bikin shok, namun ternyata manjur. Kami seperti pisau yang terus menerus diasah. Agar tajam, perlu gesekan. Kritikan membangun itulah yang jadi batu asahnya. Redaktur pun menjelaskan kesalahan-kesalahan dalam tulisan saya secara gamblang. Komunikasi di internal Disway berjalan begitu hidup. Semua saling mendukung. Bahkan di tengah kesibukan karyawan Disway, mereka tetap intens mengurusi kami yang sedang menimba ilmu. Tulisan saya semakin lama, semakin membaik. Bahkan sekarang, ketika saya membaca tulisan pertama saya, saya merasa jauh sekali perkembangannya. Rasanya terharu. Padahal, lagi-lagi harus saya tekankan bahwa kami hanya diajari selama 3 bulan. Bayangkan kalau kami menjadi jurnalis lebih lama seperti senior-senior di Harian Disway. Koreksi dari para redaktur saya catat, dan saya terapkan pada tulisan-tulisan berikutnya. Sebuah ilmu baru yang tak ternilai harganya. Karena kemampuan menulis bisa berguna ke berbagai jenis pekerjaan. Kemampuan menulis juga mengajarkan kami cara berpikir kritis.
Menjadi juri STA 2023 kategori SWK -Dok Maulidah- Tentunya, kegiatan magang yang saya tempuh ini berjalan dengan lancar karena arahan dosen pembimbing. Yakni Doan Widhiandono, S.Sos. M.I.Kom yang sangat baik hati. Kebetulan beliau juga salah satu Redaktur andalan Abah Dahlan Iskan di Harian Disway. Jadi sebuah keberuntungan bagi saya dapat dibimbing beliau. Itulah kisah keseruan magang saya, sebagai mahasiswi yang magang di Harian Disway. Selain mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman, saya juga mendapatkan teman-teman baru. (Maulidah)