TANGGAL 1 Juni 2023 di Universitas Airlangga digelar upacara peringatan Hari Kelahiran Pancasila. Tepatnya di depan kantor manajemen Universitas Airlangga, kampus C. Upacara berlangsung khidmat, tetapi meriah. Upacara dihadiri Rektor Prof Muhammad Nasih, Ketua Senat Universitas Prof Djoko Santoso, Sekretaris Universitas Koko Srimulyo, para wakil rektor, para dekan, direktur dan kepala lembaga di lingkungan Universitas Airlangga plus para dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.
Tema peringatan Hari Lahir Pancasila pada 2023 adalah Gotong Royong Membangun Peradaban dan Pertumbuhan Global. Upacara peringatan Hari Lahir Pancasila kali ini agak berbeda karena sekaligus dilakukan pemberian tanda penghormatan Satyalancana Karya Satya kepada para civitas academica Universitas Airlangga yang telah mengabdi selama 30 tahun, 20 tahun, dan 10 tahun lebih.
Bagi civitas Universitas Airlangga, peringatan Hari Lahir Pancasila selalu memiliki makna tersendiri. Di tengah perkembangan masyarakat yang makin mengglobal dan iklim persaingan usaha yang makin kompetitif, kesadaran terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila relevan untuk selalu diingat dan diimplementasikan.
Nilai Pancasila
Sebagai pembina upacara, Rektor Universitas Airlangga Prof Muhammad Nasih menyampaikan bahwa values yang terkandung dalam Pancasila tidak hanya menjadi dasar negara, tetapi juga nilai yang relevan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di tengah kehidupan masyarakat yang heterogen dan kondisi perekonomian dunia yang makin mengglobal, identitas kebangsaan tidak boleh memudar.
Sebagai bangsa yang multipluralis, tidak mungkin Indonesia menafikan konteks sejarah dan kondisi masyarakat yang beraneka ragam. Ego individu, ego kelompok, dan sikap yang hanya mengedepankan kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok tidak mungkin dipertahankan. Sejarah telah banyak mengajarkan bahwa pertikaian antarkelompok hanya melahirkan luka psikologis dan rasa trauma yang terus membekas.
Kita tentu mengetahui bagaimana pertikaian yang terjadi di masa G-30-S/ PKI, konflik antaretnis yang terjadi di berbagai daerah membuat bangsa ini mundur beberapa langkah. Konflik mesti sementara waktu telah selesai secara fisik, tetapi luka psikologis selalu menimbulkan bekas yang menyakitkan. Tidak mudah membangun kembali sebuah bangsa yang tercabik-cabik oleh konflik internal jika tidak didasari nilai-nilai Pancasila yang multipluralis.
Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sesungguhnya adalah sebuah fondasi terpenting dari bangsa Indonesia dalam menyikapi perubahan peradaban dan pertumbuhan global. Akibat kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok, sering terjadi Pancasila dikesampingkan, bahkan ditelikung. Bukannya membangun sikap multipluralis yang menghargai perbedaan dan bersikap toleran, dalam beberapa kasus, tidak jarang beberapa kelompok lebih mengedepankan kepentingannya sendiri.
Sektarian, intoleransi, dan radikalisme adalah sejumlah ancaman yang selama ini dihadapi bangsa Indonesia. Tidak mudah untuk meniadakan dan mengerem laju perkembangan intoleransi dan sikap sektarian di Indonesia jika tidak mengacu pada dasar negara kita, Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah nilai yang digali dan lahir dari akar sejarah yang membumi.
Pancasila bukanlah nilai instan yang ditransplantasikan dari kehidupan masa lalu begitu saja, melainkan nilai yang memiliki akar dan konteks kesejarahan yang benar-benar kuat. Nilai Ketuhanan yang Maha Esa, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan nilai keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Semuanya adalah nilai yang sejak lama menjadi fondasi dan acuan hidup bangsa Indonesia. Nilai-nilai itu tidak mungkin dilupakan, apalagi dihilangkan.
Pembelajar yang Pancasilais
Sebagai mahasiswa dan bagian dari civitas academica Universitas Airlangga, rektor Universitas Airlangga menekankan arti penting agar para mahasiswa menjadi pembelajar yang Pancasilais. Berbeda dengan pembelajar biasa yang hanya mengedepankan keahlian keilmuan dan profesionalisme, pembelajar yang Pancasilais memiliki sikap yang humble, peduli kepada sesama, transeden, dan berbagai nilai moralitas yang mendukung semangat gotong royong dan toleransi.
Meski dalam belajar mahasiswa harus bersaing merebut prestasi, dalam kehidupan sosial jangan sampai persaingan yang terhormat itu kemudian direduksi menjadi persaingan membabi buta yang menafikan nilai-nilai Pancasila.